Rabu, 11 Oktober 2017

MAKALAH EPIDEMIOLOGI "Skrining Epidemiologi"



Makalah : Dasar Epidemiologi


 SKRINING EPIDEMIOLOGI

 


OLEH

NAMA      :        RIZKI INDAH SARY

NIM           :        J1A116332

KELAS     :        C










FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2017





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG..................................................................................... 1
B.     RUMUSAN MASALAH................................................................................. 2
C.     TUJUAN........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    DEFINISI SKRINING..................................................................................... 3
B.    TUJUAN SKRINING....................................................................................... 3
C.    SYARAT-SYARAT SKRINING..................................................................... 4
D.    MACAM-MACAM SKRINING...................................................................... 5
E.    TES SKRINING................................................................................................ 6
F.    CONTOH SKRINING...................................................................................... 11

BAB III PENUTUP
A.     KESIMPULAN................................................................................................ 14
B.     SARAN............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 15
  






KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga Tugas individu berupa makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam pembuatan makalah ini,penulis bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Dasar Epidemiologi dengan judul “SKRINING EPIDEMIOLOGI
            Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah berperan serta dalam pembuatan makalah ini.
            Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi yang penulis sajikan maupun dari segi penulisannya. Untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kendari,            2017


Penulis










BAB I  
PENDAHULUAN


A.           LATAR BELAKANG
Skrining berkembang dengan pesat dan diterima secara luas dalam praktek kesehatan. Skrining juga merupakan bentuk pencegahan sekunder. Bentuk skrining dapat berupa konseling tentang gaya hidup masyarakat (Hackl, dkk.2012)
Skrining atau penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah, dapat diterapkan pada populasi tertentu yang relatif sehat. Program skrining sangat dibutuhkan karena adanya isu yang mendasari penemuan gejala penyakit secara dini akan lebih baik dibandingkan dalam waktu yang lama, pencegahan sebelum terjadinya penyakit akan lebih baik dibandingkan dengan sudah terjadinya  penyakit  serta pencegahan  memerlukan biaya  yang  relatif ringan  sehingga  diagnosis  lengkap  kepada  orang  yang  mempunyai  faktor resiko tinggi dan pengobatan kepada penderita dapat dilakukan secara dini (Noor, 2008).
Upaya skrining dapat dilakukan pada penyakit tidak menular yang merupakan  penyebab  kematian terbanyak  di  Indonesia.  Prevalensi  penyakit tidak menular cenderung meningkat dan sebagian besar masyarakat umumnya datang  ke  fasilitas  pelayanan  kesehatan  sudah  dalam  fase  lanjut.  Riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukan sekitar 70% penyakit tidak menular belum terdiagnosa petugas kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan penyebab kematian telah terjadi pergeseran dari penyakit menular ke Penyakit Tidak Menular. Penyakit menular menyumbang 28,1% kematian sedangkan Penyakit Tidak Menular sebagai penyumbang terbesar penyebab kematian terbesar (59,5%).
Penyakit metabolik dan kardiovaskular merupakan salah satu contoh penyakit tidak menular. Menurut pedoman yang dikeluarkan The Royal Australian  College  of  General  Practitioners  (RACGP)  edisi  ke-8  terkait tindakan pencegahan penyakit metabolik dan kardiovaskular, 90% penduduk Australia berusia 45 tahun ke atas lebih berisiko mengalami penyakit kardiovaskular sehingga skrining profil lipid perlu dilakukan minimal 5 tahun sekali, sedangkan batasan usia skrining tersebut untuk ras Aborigin dan penduduk asli di pulau Torres Strait adalah 35 tahun keatas. Berdasarkan pedoman US Preventive Services Task Force (USPSTF), pria berusia 35 tahun keatas dan wanita berusia 45 tahun keatas sangat dianjurkan menjalani skrining rutin  pemeriksaan  profil  lipid.  USPSTF  membuktikan  bahwa  pemeriksaan profil lipid dapat mengidentifikasi penduduk berusia pertengahan yang berisiko mengalami penyakit jantung koroner, tetapi belum mengalami gejala klinis. USPSTF juga membuktikan bahwa pemberian obat penurun kadar lipid pada individu-individu berisiko tersebut bermanfaat dalam menurunkan insidens penyakit   jantung   koroner   tanpa   menimbulkan   risiko   yang   bermakna (Riskesdas, 2013).

B.            RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.             Apa definisi dari skrining
2.             Apa saja tujuan skrining?
3.             Apa saja syarat-syarat skrining?
4.             Apa saja macam-macam dari skrining?
5.             Apa saja validitas dan reabilitas skrining?


C.           TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.             Mengetahui definisi skrining
2.             Mengetahui tujuan skrining
3.             Mengetahui syarat skrining
4.             Mengetahui macam skrining
5.             Mengetahui validitas dan reabilitas skrining









BAB II
PEMBAHASAN

A.           DEFINISI SKRINING
Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-benar sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang asimptometik untuk   mengklasifikasikan   mereka   dalam   kategori   yang   diperkirakan mengidap atau diperkirakan tidak mengidap penyakit  yang menjadi objek skrining (Sulistiani, 2012).
Sumber yang lain menyatakan bahwa penyaringan adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala (tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau penduduk tertentu melalui tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan (Noor, 2008).

B.            TUJUAN SKRINING

Menurut Morton (2009), tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam   riwayat   alamiah   ketika   proses   penyakit   dapat   diubah   melalui intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan dilakukannya skrining yaitu :
1.             Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan,
2.             Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3.             Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin,
4.             Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini,
5.             Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan peneliti.



C.           SYARAT SYARAT SKRINING
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa  kriteria  atau  ketentuan-ketentuan  khusus  yang  merupakan persyaratan  suatu  tes  penyaringan,  berikut  ini  merupakan  syarat-syarat skrining menurut Noor (2008).
1.             Penyakit  yang dituju harus merupakan masalah kesehatan  yang berarti dalam masyarakat dan  dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut,
2.             Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat atau kekuatan
3.             Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melalui diagnosis klinis,
4.             Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5.             Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standar untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya,
6.             Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum,
7.             Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti,
8.             Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut,
9.             Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut,
10.         Harus dimungkinkan untuk  diadakan  pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan. Keberhasilan  suatu  tes  skrining  berhubungan  dengan  tujuan  skrining.



Wilson dan Junger menganjurkan untuk memperhatikan persyaratan untuk keberhasilan skrining sebagai berikut:
1.             Seharusnya  ada  pengobatan  yang  sesuai  dan  dapat  diterima  bila  hasil pemeriksaan positif,
2.             Fasilitas pengobatan dan diagnosis harus tersedia,
3.             Mengenal kelainan yang timbul tahap dini suatu penyakit,
4.             Harus ada tes atau pemeriksaan yang sesuai,
5.             Tes atau pemeriksaan harus diterima masyarakat,
6.             Riwayat alamiah yang di skrining harus dimengerti secara baik,
7.             Harus ada kebijakan yang disetujui untuk mengobati bila pasien positif terkena penyakit,
8.             Biaya harus seimbang secara keseluruhan,
9.             Penemuan  kasus  harus  merupakan  proses  berkelanjutan,  tidak  hanya berdasarkan proyek,
10.         Test cukup sensitif dan spesifik,
11.         Penyakit atau masalah yang akan di skrining merupakan masalah yang cukup serius, prevalensinya tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat,
12.         Kebijakan  intervensi  atau  pengobatan   yang  akan  dilakukan   setelah dilaksanakannya skrining harus jelas.

D.           MACAM MACAM SKRINING
Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining yaitu sebagai berikut.
1.             Mass screening
Skrining  yang  dilakukan  pada seluruh  populasi.  Misalnya,  mass  X-ray survey atau blood pressure skrining pada seluruh masyarakat yang berkunjung pada pelayanan kesehatan.

2.             Selective screening

Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target populasi berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining. Contohnya, Paps smear skrining pada wanita usia > 40 tahun untuk mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang punya riwayat keluarga menderita Ca.

3.             Single disease screening

Jenis skrining yang hanya dilakukan untuk satu penyakit. Misalnya, skrining terhadap penderita penyakit TBC, jadi lebih tertuju pada  satu jenis penyakit.

4.             Case finding screening
Case   finding   adalah   upaya   dokter   atau   tenagga   kesehatan   untuk menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan kelompok pasien yang datang untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita yang datang dengan keluhan diare kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap mamografi atau rongen torax.

5.             Multiphasic screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta diterima  secara  luas   dengan   berbagai   tujuan   seperti   pada  evaluasi kesehatan  dan  asuransi.  Sebagai  contoh  adalah  pemeriksaan  kanker disertai dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.

E.            TES SKRINING
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam epidemiologi untuk mengetahui prevelensi suatu penyakit yang tidak dapat di diagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada suatu individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus dilengkapi dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan diagnosis definit (Chandra, 2009).

1.             Karakteristik tes skrining
Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes skrining juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah dilaksanakan  dan memberikan  ketidaknyamanan  yang  minimal  pada pasien. Dan juga hasil skrining haruslah valid dan konsisten (Sarwani, 2007).

a.             Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala  dalam  menjalankan  fungsi  pengukurannya.  Sedangkan  validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen yaitu :
1)             Sensitivitas
Kemampuan  yang  dimiliki  oleh  alat  ukur  untuk menunjukan   secara   tepat   individu-individu   yang   menderita penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik tersebut. Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR) dari suatu tes diagnostik.

2)             Spesifisitas

Kemampuan  yang  dimiliki  oleh  alat  ukur  untuk menunjukan secara tepat individu-individu yang tidak menderita sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang tidak sakit atau sehat akan memberikan hasil tes negatif    pada tes    diagnostik. Sensitivitas  merupakan  true  negative rate  (TNR) dari  suatu  tes diagnostik.
Sensitivitas  dan  spesifisitas  merupakan  komponen  ukuran  dalam validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu :
a.              True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar- benar menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b.             False  positive,  yang  menunjukkan  pada  banyaknya  kasus  yang sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c.              True  negative,  menunjukkan  pada  banyaknya  kasus  yang  tidak sakit dengan hasil test yang negatif pula.
d.             False  negative,  yang  menunjuk  pada  banyaknya  kasus  yang sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.

Perbandingan hasil alat ukur dengan status penyakit


Hasil uji
Penduduk
Dengan penyakit
Tanpa penyakit


Positif
Mempunyai penyakit dan alat

uji positif = True Positif = TP
Tidak           mempunyai

penyakit   tapi   alat   uji positif



Negatif
Mempunyai penyakit, tapialat

uji negatif = False negative = FN
Tidak           mempunyai

penyakit dan alat uji negatif =  True negatif= TN

Sensitivitas=TP/TP+FN
Spesifitasnya

TN/TN+FP

Distribusi penyakit berdasarkan status kesehatan


Tes Skrining
Diagnosis pasti

Total
Sakit
Tidak sakit
Positif
A
B
A+B
Negatif
C
D
C+D
Total
A+C
B+D
A+B+C+D

Rumus Sensitivitas                                               = 
Negatif Palsu (false negative rate)                       =
Spesifitas                                                              =
Positif palsu (false positive rate)                          =

Rumus nilai prediksi
Nilai prediksi tes (Predict velue positif) (+)         =   
Nilai prediksi tes (predict velue negatif) (-)         = 

Keterangan :
a = true positif  individu dengan test skrining positif dan benar salah
b = false positif  individu dengan test  positif dan sebenarnya tidak sakit
c = false negatif individu dengan test skrining negatif tapi sebenarnya sakit
d = true negatif  individu dengan test skrining ndgatif dan benar tidak sakit

Contoh :

Pada tabel di bawah ini di tunjukan 100 orang yang menderita penyakit, 80 orang didefinisikan positif menderita sakit oleh alat uji dan 20 orang   dinyatakan negatif menderita sakit oleh alat uji,dari datainidapat dihitung bahwa sensitivitas nya adalah 80/100*100%  =80%
Dari 900 orang yang tidak mengalami sakit, alat uji mengidentifikasi 800 orang negatif menderita sakit. Jadi spesifikasinya adalah 800/900*100% =
89%

Konsep sensitivitas dan spesifikasinya

Hasil skrining
Apa yang sebenarnya terjadi
Total
Penyakit -
Penyakit +
Positif
80
100
180
Negatif
20
800
820
Total
100
900
1000


Didefinisikan menderita sakit oleh alat uji dari data inidapat di hitung sensitivitanya adalah 80/100*100%= 80%
Dari 900 orang yangtidakmenderita sakit , alat uji mengidentifikasi 80 orang  negatif  menderita  sakit.jadisensitifitas  adalah  800/900*  100%  =
89%.
2.             Reliabilitas
Groth-Marnat (2008) mendefinisikan reliabilitas suatu test merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Ia melihat seberapa skor yang diperoleh seseorang itu akan menjadi sama jika orang itu  diperiksa  ulang dengan  tes  yang  sama  pada  kesempatan  berbeda. Reliabilitas skrining adalah ukuran konsistensi berdasarkan orang dan waktu.   Menurut   Budiarto   (2003)   reliabilitas   ini   dipengaruhi   oleh beberapa faktor berikut.

a.              Reliabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
1)             Stabilitas reagen
2)             Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan alat ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, sebelum digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji ulang ketepatannya.

b.             Reliabilitas orang yang diperiksa.
Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat, penyakit dalam masa tunas. Umumnya, variasi ini sulit diukur terutama faktor psikis.

c.              Reliabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa :
1)             Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
2)             Variasi  eksterna,  merupakan  variasi  yang  terjadi  bila  satu sediaan dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang. Upaya untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan dengan mengadakan:
a)             Standarisasi reagen dan alat ukur.
b)             Latihan intensif pemeriksa.
c)             Penentuan kriteria yang jelas
d)            Penerangan kepada orang yang diperiksa.
e)             Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.

Pengukuran  yang telah  dilakukan  memiliki empat  kemungkinan pada hasil pengukurannya yaitu:
1.             Tepat & teliti (valid – reliabel): good precision & good accuracy.
2.             Teliti tapi tidak tepat (valid tapi tidak reliabel): good accuracy & poor precision.
3.             Tidak teliti tapi tepat (tidak valid tapi reliabel): poor accuracy & good precision.
4.             Tidak teliti & tidak tepat (tidak valid & tidak reliabel): poor accuracy & poor  precision.
Tidak teliti = tidak valid = Bias.

F.            CONTOH SKRINING
1.             Mammografi untuk Ca mammae
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak menyebabkan kematian pada penderitanya. Di Indonesia, kanker payudara  menempati  urutan  kedua  penyebab  kematian  tertinggi perempuan Indonesia (Primartha dan Fathiyah, 2013).
Salah satu metode pemeriksaan kanker payudara adalah mammografi. Mammografi merupakan metode skrining kanker payudara yang dapat mengidentifikasi kanker beberapa tahun sebelum gejala-gejala fisik penyakit tersebut muncul (Keles dan Yafuz, 2011). Mammografi adalah pemeriksaan radiologi khusus menggunakan sinar- X dosis rendah untuk mendeteksi kelainan pada payudara seperti benjolan yang dapat dirasakan (Putra, et al., 2009).

2.             Pap Smear untuk Ca cervix
Kanker leher rahim (kanker serviks) merupakan penyakit keganasan ginekologik  yang menimbulkan masalah dalam  kesehatan kaum wanita terutama di negara berkembang. Kanker ini mulai ditemukan di usia 25- 34 tahun   dan   puncaknya   pada   usia   45-   54   tahun   (Kusuma,   2004). Pemeriksaan   pap   smear   dilakukan   untuk   mendeteksi   perubahan– perubahan  prakanker  yang  mungkin  terjadi  pada  serviks.  Uji  ini  bisa dilakukan pada semua wanita yang berusia antara 20- 64 tahun (Indrawati, 2009).
Tes pap smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto, 2008).
Pap smear merupakan metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman dan murah serta telah di pakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel leher rahim  (Diananda,  2009).  Menurut  Dalimartha  2004,  pemeriksaan  ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa dilakukan setiap saat, kecuali pada saat haid.

3.             VCT untuk HIV/AIDS
Salah satu pintu masuk untuk mendeteksi infeksi HIV adalah melalui kegiatan konseling dan tes HIV. Kegiatan ini terbukti sangatlah bernilai tinggi dalam pelayanan kesehatan dan dukungan yang dibutuhkan dan memungkinkan intervensi yang aman dan efektif terutama dalam pencegahan penularan dari ibu ke anak (Anonim, 2012).
Konseling dan tes HIV tersedia dalam berbagai situasi dengan menggunakan  pendekatan  sukarela (VCT= Voluntary Counseling  Test). Sasaran kegiatan VCT adalah masyarakat yang ingin mengetahui status HIV/AIDS dan mencegah penularan, masyarakat yang berperilaku risiko tinggi  seperti  sering  berganti  pasangan  dan  pengguna  narkoba  jarum suntik. Kegiatan VCT didahului oleh konseling pra tes dan diakhiri konseling pasca tes (WHO-UNAIDS, 2009).

4.             Uji latih jantung untuk mendeteksi penyakit jantung koroner
Uji latih jantung merupakan suatu uji latihan fisik yang dipergunakan untuk mengukur kondisi kardiovaskuler dengan mendeteksi perubahan hemodimamika, iskemia, dan gangguan irama jantung yang berhubungan dengan aktivitas fisik tersebut. Uji latih jantung merupakan suatu uji stres fisiologis  yang  bertujuan  memunculkan  ketidaknormalan  kerja  jantung yang  bersifat  laten  atau  yang  tidak  terjadi  pada  saat  istirahat.  (Heger, 1995).
Sebelum   dilakukan   uji   latih   jantung   terhadap   penderita,   perlu dilakukan persiapan khusus antara lain penderita tidak diperbolehkan makan atau merokok paling sedikit 2-3 jam sebelum uji latih dilaksanakan serta tidak melakukan pekerjaan berat selama 12 jam sebelumnya. Pemakaian  obat  yang  dapat  mengganggu  respons  latihan  serta menimbulkan keraguan interpretasi terhadap uji latih juga harus dihentikan dalam 24 jam sebelum dilakukan uji latih. Hal yang penting untuk dilakukan adalah anamnesis serta pemeriksaan fisik untuk menghindari kemungkinan   adanya   kontraindikasi,   penjelasan   mengenai   prosedur latihan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta dilakukannya E K G standar 12 sadapan (kad) ketika istirahat sebelum latihan dimulai (Verani, 2000). Peralatan yang paling sering digunakan adalah treadmill dan sepeda ergometer.
Pemantauan keadaan jantung pada uji latih jantung dapat dilakukan dengan memakai elektrokardiografi, ekokardiografi, atau perfusion imaging.   Pemantauan   keadaan   jantung   pada   saat   uji   latih   jantung dilakukan  untuk  menentukan  diagnosis  bagi  penderita.  Informasi  dasar yang  diperlukan  meliputi  data  sebelum,  selama  dan  sesudah  uji  latih jantung dilakukan. Sebuah perangkat elektrokardiograf yang penampil outputnya berupa plotter akan menampilkan hasil perekaman pada sebuah kertas grafik millimeter blok seperti pada gambar berikut:








BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
1.             Skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat  secara cepat  membedakan  orang  yang tampak  sehat  benar-benar sehat  dengan  orang  yang tampak sehat  tetapi  sesungguhnya  menderita kelainan.
2.             Skrining  bertujuan  untuk  medeteksi  penyakit  sedini  mungkin  sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, dan kematian, serta meningkatkan kulaitas hidup.
3.             Syarat   skrining  antara   lain,   masalah  kesehatan  tersebut   merupakan masalah kesehatan yang berarti dengan kata lain mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat secara luas, tersedianya obat yang potensial untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti, adanya standar yang telah disepakati, dimungkinkan untuk dilakukan   pemantauan   kepada   individu   yang   positif   terkena   suatu penyakit.
4.             Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining.
5.             Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Sedangkan   reabilitas dalam skrining merupakan ukuran konsistensi berdasarkan orang dan waktu.

B.            SARAN
Bagi para pembaca di harapkan untuk memberikan saran yang bersifat mendukung demi kesempurnaan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA


A.Keles & U. Yafuz. 2011. Expert system based on neuro-fuzzyrules for diagnosis breast cancer. Expert system with Application, 38 (5), pp. 5719-5726.

Anonim. 2012. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available at : http://spriritia.or.id/Stats/Stat..curr.pdf  diakses  pada  tanggal  26  Oktober 2016.

Azwar S. 2014. Psikologi Inteligensi. Yogyakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Budiarto dan Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : EGC Bustan, M.N.2006 . Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Chandra,  Budiman.  2009.  Ilmu  Pencegahan  Kedokteran  Komunitas.  Jakarta  : EGC

Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta: Penebar Swadya.

Gary Growth, Marnat. 2009. Handbook of Psychological Assessment. Yogyakarta : PustakaPelajar

Hackl, Franz., Martin Halla, Michael Hummer, Gerald J. Pruckner. 2012. The Effectiveness of Health Screening. IZA Discussion Paper, No. 6310.

Indrawati M. 2009. Bahaya Kanker bagi  Wanita dan Pria  Cetakan Pertama. Jakarta : Pendidikan Untuk Kehidupan.

Kusuma H. W. 2004. Atasi Kanker Dengan Tanaman Obat. Jakarta : PT Niaga Swadaya. Metodologi Penelitian Kebidanan: Panduan Penulisan Protokol dan Laporan  Prof. Dr. Buchari Lapau, dr. MPH.2015

Morton, Richard. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta: EGC. Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Primartha,  R  dan  Fathiyah,  N.  2013.  Sistem  Pakar  Fuzzy  untuk  Diagnosis Kanker Payudara Menggunakan Metode Madani. Jurnal Generik, Vol. 8, No 1, pp 190- 197.

Putra. D K, Santoso. I, Zahra A.A. 2009. Identifikasi Kanker Pada Citra Mammografi Menggunakan Metode Wavelet Haar. Jurusan Teknik elektro : Universitas Diponegoro

Rasjidi,  I.Irwanto,  Y.  Sulistyanto,  H.  2008.  Modalitas  Deteksi  Dini  Kanker Serviks. Jakarta : Sagung Seto.

Riani, Emy, Agus Triwinarto dan Rasumawati. 2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media

Sarwani, Dwi. 2007. Dasar Epidemiologi. Purwokerto: UNSOED PRESS. Sukardi, 2009. Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya

Sulistiani,  Karlina  dkk.  2012.  Pelaksanaan  Kegiatan  Skrinning/Deteksi  Aktif Kasus PTM yang Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Verani MS. (2000) "Exercise Perfusion Testing in The Diagnosis of Coronary Heart Disease". http//www.uptodate.com. 8: 3