Tugas
:
WAWASAN KEMARITIMAN
(Aktivitas Illegal Logging,
Pertambangan, Perusakan Ekosistem Mangrove, dan Pendangkalan Teluk Kendari)
OLEH
NAMA : RIZKI
INDAH SARY
NIM : J1A116332
KELAS : C
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG....................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................. 3
1.3 TUJUAN............................................................................................................ 3
1.4 MANFAAT........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI ILLEGAL LOGGING.................................................................... 5
2.2 DAMPAK ILLEGAL LOGGING.................................................................... 6
2.3 UPAYA UNTUK MENGATASI ILEGAL LOGGING.................................. 7
2.4 PERTAMBANGAN.......................................................................................... 9
2.5 PERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE................................................... 11
2.6 PENDANGKALAN TELUK KENDARI........................................................ 13
2.7 SOLUSI YANG DAPAT DI
LAKUKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
PENDANGKALAN TELUK KENDARI....................................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................. 19
3.2 SARAN.............................................................................................................. 19
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................... 21
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga Tugas mandiri berupa
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam pembuatan makalah ini,penulisi
bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman dengan judul “Aktivitas Ilegal Logging, Pertambangan,
Perusakan Ekosistem Mangrove, dan Pendangkalan Teluk Kendari”
Dalam pembuatan makalah ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali
ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah berperan
serta dalam pembuatan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi yang penulis sajikan
maupun dari segi penulisannya. Untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kendari,
1 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hutan Indonesia merupakan salah satu
pusat keanekaragaman hayati di dunia, di mana Indonesia merupakan urutan ketiga
dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan
rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik
di Indonesia. Dalam kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung
sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan
untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan
penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta
mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan
alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya
laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya
kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).
Penebangan liar yang mencapai jantung-jantung kawasan konservasi, hutan lindung
dan hutan produksi menunjukkan peningkatan dan parahnya situasi penebangan
liar. Penebangan liar adalah penyebab utama penggundulan hutan di Indonesia
yang mencapai tingkat kecepatan 1.6 – 2.0 juta hektar per tahun sehingga
Menteri Kehutanan Indonesia telah menempatkan pembasmian aktivitas penebangan
liar termasuk perdagangan kayu illegal sebagai agenda utama dalam lima
kebijakan utama sektor kehutanan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid yang kemudian kebijakan ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan pendekatan-pendekatan yang lebih proaktif.
Konservasi sumberdaya hayati
perairan adalah kegiatan perlindungan terhadap sumberdaya hayati perairan agar
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kegiatan ini meliputi perlindungan
habitat dan organisme-organisme perairan. Konservasi saat ini telah
menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas
kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya
yang ada bagi masa depan.
(Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001).
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang
unik dan rawan terhadap pemanfatan yang berlebihan oleh manusia itu sendiri sehingga
perlunya di rehabilitasi. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain yaitu pelindung garis pantai,
mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding
ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat
pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai
pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain yaitu penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Menurut Kusmana (1994), ada tiga
faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu: (1) Pencemaran, yang
meliputi pencemaran minyak dan pencemaran logam berat, (2) Konversi hutan
mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan, meliputi: budidaya
perikanan, pertanian, jalan raya, industri serta jalur dan pembangkit listrik,
produksi garam, perkotaan, pertambangan dan penggalian pasir, (3) Penebangan
yang berlebihan.
Berdasarkan kondisi hutan mangrove
tersebut, perlu dilakukan penanganan konservasi ekosistem mangrove
dengan cara melakukan rehabilitasi mangrove atau pemulihan kembali
mangrove yang rusak.
Dengan pertumbuhan penduduk yang
cukup pesat. Sember Daya Alam Kelauatan di Kendari telah menjadi salah satu
sumber kekayaan yang sangat penting bagi masyarakat Kendari itu sendiri. Karena
laut merupakan sarana pengangkutan yang penting diberbagai belahan dunia begitu
juga didaerah ini dan menjadi salah satu tempat yang cocok dan nyaman untuk
berkreasi.
Selain itu, hasil dari laut itu sendiri
merupakan salah satu hal yang cocok bagi konsumsi dan sanitasi umat manusia
serta untuk produksi berbagai barang industry dan produk makanan. Semakin bertambahnya pembangunan industry di Indonesia tentu saja membawa
dampak negatif pada pada lingkungan hidup. Salah satunya teluk. Teluk sebagai
sumber daya alam dunia yang memiliki banyak manfaat serta dapat menjaga
kelangsungan hidup manusia merupakan sumber daya alam dunia yang memiliki
banyak manfaat serta dapat menjaga kelangsungan hidup manusia merupakn sumber
daya hayati yang sangat penting. Selain itu, teluk juga berfungsi sebagai
tempat berbagai jenis tumbuhan dan hewan, sehingga kerusakan pada tluk akan
menimbulkan ketidakseimbaimbangan ekositem fatal seta bencana alam.
Teluk Kendari misalnya, teluk ini
telah mengalami pendangkalan yang sangat pernah sehingga bias dialihkan
fungsikan oleh masyarakat pinggiran teluk sebagai lapangan apabila terjadi
pasang surut disore hari. Tentunya hal ini sangat tragis dan hal ini tentunya
tidak bisa dibiarkan begitu saja karena apabila hal ini terus berkelanjutan
maka akan sangat banyak dampak negative yang akan ditimbulkan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut dapat di peroleh berbagai macam pembahasan atau masalah
yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini. Adapun berbagai macam
pembahasan dalam makalah ini dapat di temukan berbagai titik permasalahan yang
membentuk suatu pertanyaan sebagai berikut :
1.
Apa yang di maksud dengan illegal
logging?
2.
Apa saja dampak yang di timbulkan dari aktivitas illegal logging?
3.
Upaya
apa saja yang dapat di lakukan untuk mengatasi aktivitas ilegal logging?
4.
Apa yang di maksud dengan pertambangan?
5.
Apa yang di maksud dengan perusakan
ekosistem mangrove?
6.
Apa yang di maksud dengan pendangkalan
teluk kendari?
7. Apa saja solusi yang dapat di lakukan untuk
mencegah terjadinya pendangkalan teluk
kendari?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah, dapat di peroleh beberapa tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui definisi dari illegal
logging
2.
Untuk mengetahui apa saja dampak yang di
timbulkan dari aktivitas illegal Logging
3.
Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat di lakukan
untuk mengatasi aktivitas ilegal logging
4.
Untuk mengetahui definisi dari
pertambangan
5.
Untuk mengetahui tentang perusakan
ekosistem mangrove
6.
Untuk mengetahui apa yang di maksud
dengan pendangkalan teluk kendari
7.
Untuk mengetahui solusi
yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya pendangkalan teluk kendari
1.4 MANFAAT
Adapun
manfaat yang dapat di peroleh dari makalah ini, yaitu :
1.
Sebagai bahan informasi dalam bentuk
pembelajaran bagi kalangan akademis
2.
Memberikan masukan kepada kalangan
akademis mengenai ilmu kemaritiman
3.
Sebagai acuan pembelajaran bagi kalangan
akademis
4.
Menambah ilmu pengetahuan mengenai ilmu-ilmu
kemaritiman
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI ILLEGAL LOGGING
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua)
suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar),
sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging
diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah.
Pengertian Illegal Logging dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan (selanjutnya disebut “UU Kehutanan”) tidak didefinisikan secara jelas
illegal logging dan hanya menjabarkan tindakan-tindakan illegal logging. Kategori illegal logging menurut
Pasal 50, antara lain: mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki
kawasan hutan secara tidak sah (ilegal), merambah kawasan hutan, melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan, membakar hutan,dll. Dapat dikatakan bahwa pengertian
illegal logging walau tidak dijelaskan secara eksklusif dalm UU,namun
pengertiannya bukan hanya menyangkut pembalakan kayu melainkan lebih luasnya
yaitu perusakan hutan.
Dapat disimpulkan unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar
hukum untuk penegakan hukum pidana terhadap kejahatan illegal logging
yaitu sebagai berikut :
1.
Setiap
orang pribadi maupun badan hukum dan atau badan usaha
2.
Melakukan
perbuatan yang dilarang baik karena sengaja maupun karena kealpaannya
3.
Menimbulkan
kerusakan hutan, dengan cara-cara yakni :
a.
Merusak
prasarana dan sarana perlindungan hutan
b.
Kegiatan
yang keluar dari ketentuan perizinan sehingga merusak hutan.
c.
Melanggar
batas-batas tepi sungai, jurang, dan pantai yang ditentukan Undang-undang
d.
Menebang
pohon tanpa izin
e.
Menerima,
membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang
diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan illegal
f.
Mengangkut,
menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH.
g.
Membawa
alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin
Jadi dapat disimpulkan Illegal Logging adalah suatu tindakan
yang dilakukan pribadi ataupun badan hokum dan/ badan usaha baik secara sengaja
atau karena kealpaannya yang mengakibatkan rusaknya hutan.
2.2 DAMPAK ILLEGAL LOGGING
Kegiatan penebangan kayu secara liar (illegal logging) telah
menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, sumber daya hutan
yang sudah hancur, selama masa orde baru kian menjadi rusak akibat maraknya
penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian akibat penebangan liar
memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga
terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah
mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber
menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging ,
mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat
penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak
terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti
luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa
depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat
(penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena
porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya
itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor
kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging
adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor
kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena
ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi
oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di
sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran.
Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang
bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat
pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara
baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan
ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan
nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang
besar.
Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah
hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan
yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya
produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu
spesies termasuk fauna langka.
Kemampuan tegakan (pohon) pada saat masih hidup dalam
menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat
bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya
tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan
komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan
yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan
sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada
berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman
langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya
menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan
sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen
hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula
menjadi tidak mungkin lagi (irreversible).
2.3 UPAYA MENGATASI ILEGAL LOGGING
Penanggulangan illegal
logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan illegal logging berhenti sama
sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana terdapat suatu kawasan hutan
tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya. Penanggulangan illegal logging
dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya monitoring (deteksi), upaya
pencegahan (preventif), dan upaya penanggulangan (represif).
a.
Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar
Kegiatan-kegiatan deteksi mungkin saat ini telah dilakukan,
namun walaupun diketahui atau ada dugaan terjadi kegiatan illegal logging
tindak lanjutnya tidak nyata. Meski demikian aksi untuk mendeteksi adanya
illegal logging tetap harus terus dilakukan, namun harus ada komitmen untuk
menindaklanjuti dengan proses penegakan hukum yang tegas dan nyata di lapangan.
Kegiatan deteksi dapat dilakukan melalaui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1.
Deteksi
secara makro, misalnya melalui potret udara sehingga diketahui adanya indikator
penebangan liar seperti jalur logging, base camp, dsb.
2.
Ground checking dan patroli
3.
Inspeksi di tempat-tempat yang diduga
terjadi penebangan liar
4.
Deteksi di sepanjang jalur-jalur
pengangkutan
5.
Inspeksi di log pond IPKH
6.
Inspeksi di lokasi Industri
7.
Melakukan timber tracking
8.
Menerima dan menindaklanjuti adanya
informasi yang datang dari masyarakat
9.
Pemeriksaan dokumen (ijin, angkutan dan
laporan) perlu lebih intensif, terutama dokumen laporan dengan meneliti lebih
seksama laporan-laporan yang mengandung kejanggalan-kejanggalan.
b.
Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal
logging
Tindakan
preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke depan yang sifatnya strategis
dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus
dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Kegiatan
preventif dapat dilakukan melalui :
1.
Pembangunan kelembagaan (capacity
building) yang menyangkut perangkat lunak, perngkat keras dan SDM termasuk
pemberian reward and punishment.
2.
Pemberdayaan masyarakat seperti
pemberian akses terhadap pemanfaatan sumber daya hutan agar masyarakat dapat
ikut menjaga hutan dan merasa memiliki, termasuk pendekatan kepada pemerintah
daerah untuk lebih bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan.
3.
Pengembangan sosial ekonomi masyarakat
seperti menciptakan pekerjaan dengan tingkat upah/ pendapatan yang melebihi
upah menebang kayu liar : misalnya upah bekerja di kebun kelapa sawit
diusahakan lebih tinggi/sama dengan menebang kayu liar, pemberian saham dan
sebagainya.
4.
Peningkatan dukungan sarana dan
prasarana untuk menunjang profesionalisme SDM.
5.
Pemberian insentif bagi masyarakat yang
dapat memberikan informasi yang menjadikan pelaku dapat ditangkap.
6.
Pengembangan
program pemberdayaan masyarakat.
7.
Melakukan
seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan pejabat.
8.
Evaluasi
dan review peraturan dan perundang-undangan.
9.
Perbaikan
mekanisme pelelangan kayu hasil tangkapan data temuan.
10.
Relokasi
fungsi kawasan hutan dengan lebih rasional.
11.
Penegasan
Penataan batas kawasan hutan.
12.
Restrukturisasi
industri pengolahan kayu, termasuk penghentian HPHH dan ijin HPH skala kecil.
c.
Tindakan supresi (represif)
Tindakan
represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan
sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara
masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa
penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan illegal logging, tindakan
represif harus mampu menimbulkan efek jera sehingga pemberian sanksi hukum
harus tepat.
2.4 PERTAMBANGAN
Banyaknya potensi dan
perusahaan pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra), mestinnya menciptakan
lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat. Namun demikian, sejumlah
perusahaan tambang di Sultra saat dikuasai tenaga kerja asing (TKA) yang
kebayakan dari China. Meskipun tambnang atau perusahaan pertambangan merupakan
milik dari sultra tetapi kenapa banyak pekerja tambang merupakan para pekerja
asing.
Anggota
DPR RI Komisi VII ini juga memaparkan, lingkungan hidup, kemudian ekonomi dan
industri saling berkepentingan. Tentu keberadaannya diharapkan dapat memberikan
dampak signifikan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Kita ketahui bahwa
tidak semia tenaga kerja asing memiliki keterampilan yang cukup untuk bekerja,
merek bekerja hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang tidak begitu berat.
Terkait
persoalan tersebut, lanjutnya, pertambangan di Sultra masih banyak yang harus
dibenahi. Ia berharap undang undang yang dirumuskan natinya mampu menyelesaikan
persoalan itu. Munculnya tenaga kerja asing (TKA) akan memberikan dampak
terhadap pekerja lokal atau pribumi.
Dampak
yang akan muncul adanya TKA yakni konflik sosial karena perbedaan budaya dan
kecemburuan sosial antara pribumi terhadap TKA. Belum lagi penyebaran penyakit,
peredaran narkoba dan spionase.
Sementara
itu, Ketua DPD Pospera Sultra Wahidin Kusuma Putra menuturkan, seminar yang
digelarnya mengangkat tema mengenai pertambangan karena terkait dengan
persoalan yang terjadi di Sultra saat ini. Kehadiran tambang yang diharapkan
dapat membawa dampak baik untuk masyarakat maupun daerah, namun fakta yang ada
justru sebaliknya.para petugas tambangh
memberhentikan aktivitas tambang yang bermasalah.
Hal
itu dikarenakan merespons temuan Inspektur Tambang (IT) Kementerian Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM) saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di PT Surya
Saga Utama (SSU), yang berlokasi, temuan ini seharusnya menjadi dorongan kepada
pemerintah daerah (pemda) khususnya, untuk lebih memaksimalkan kinerja
pengawasan terhadap seluruh perusahaan tambang yang bermasalah, agar segera
diberhentikan aktivitasnya. karena bukan hanya PT SSU saja yang melanggar
ketentuan perundang-undangan. Sesuai laporan hasil pengawasan terpadu,
ditemukan pelanggaran pertambangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
tambang di Sultra.
Misal,
dari aspek kepelabuhanan. Masih ada yang belum memiliki izin penetapan lokasi
terminal khusus dari Menhub (Menteri Perhubungan, red), izin pembangunan
terminal khusus dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla), dan
izin operasi pemanfaatan terminal khusus dari Menhub.
Sementara,
dari aspek pertambangan, masih ada perusahaan tambang yang melakukan kegiatan
penambangan dan produksi, namun belum memenuhi kewajibannya, yakni aspek
administrasi dan legalitas. Dalam melakukan penambangan, beberapa dokumen
administrasi tidak terpenuhi di lapangan.
Antara
laintidak ada RKAB (rencana kerja anggaran biaya), studi kelayakan, laporan
eksplorasi, laporan triwulan, laporan tahunan, pun tidak ada rencana dan
laporan pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Tidak hanya
itu kewajiban lain yang tidak dipenuhi
oleh pihak penambangan yakni tidak memiliki aspek teknis dan penambangan. Atau
tidak memiliki kepala teknik tambang sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan
kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup termasuk
reklamasi.
Kemudian,
tidak memiliki rencana kerja tahunan teknis dan lingkungan (RKTTL) pada 2013,
yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan ketentuan kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) dan pengelolaan lingkungan, dan tidak ada perencanaan dan desain
tambang, serta tidak ada kontrak pembelian bahan bakar minyak (BBM) industri
dengan Pertamina.
Sehingga,
ada indikasi bahwa perusahaan mengunakan BBM subsidi untuk kegiatan industri
pertambangan. Kewajiban lain yang tidak dipenuhi pertambangan adalah aspek
lingkungan, yakni tidak adanya laporan hasil pemantauan kualitas air, tidak ada
instalasi pengendalian air limbah, tidak ada laporan neraca limbah bahan
beracun dan berbahaya (B3), tidak ada izin pembuangan limbah cair, tidak ada
izin tempat penyimpanan sementara limbah B3, serta tidak memiliki rencana
reklamasi pascatambang.
2.5 PERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE
Kota
Kendari memiliki teluk dengan pintu masuk dari timur, arah laut Banda (laut
terdalam di Indonesia. Keberadaannya alamiah, menjadi salah satu ikon ibu kota
Provinsi Sulawesi Tenggara. Tentunya selain ikon buatan seperti tugu
“terlantar” persatuan di tengah Kota Kendari.
Di
pesisir bagian utara teluk, tepatnya daerah Kendari Beach, masyarakat
menjadikannya tempat rekreasi atau sekadar melepas penat di sore hari atau
malam hari. Malam Minggu lebih ramai lagi. Di sana tersaji aneka jajanan,
seperti es teller dan pisang epe. Pengunjung dapat menikmati jajanan itu sambil
menyaksikan ombak kecil tengah memainkan kapal tradisional para nelayan tangkap
yang berlabu. Generasi muda, dulu menyebut pesisir itu dengan Kebi, singkatan
Kendari Beach, dan belakangan populer lagi dengan sebutan Pirla alias pinggir
laut.
Sayangnya, suguhan pemandangan alam teluk
Kendari, belakangan banyak mengalami perubahan. Pada saat-saat tertentu, teluk
terlihat seperti padang pasir yang becek, berair. Tidak tertutup kemungkinan,
satu saat tak perlu menggunakan perahu untuk menjangkau daratan seberang. Teluk
Kendari akan menjadi daratan yang cukup lapang. Tidak hanya itu, juga akan
menjadi lahan baru bagi para pemulung sampah. Cukup banyak sampah yang bisa
diperoleh.
Gambaran di atas akan menjadi kenyataan bilamana sedimentasi terus menerus terjadi. Sedimentasi (penumpukan sedimen) merupakan salah satu dampak dari adanya tekanan fisik pada ekosistem perairan. Ini ditandai dengan laju pendangkalan akibat intrusi sedimen yang telah mengakibatkan peningkatan luas daratan dalam badan Teluk. Polusi sedimen dianggap menjadi salah satu risiko utama lingkungan air, karena banyak organisme air yang menghabiskan sebagian dari siklus hidup mereka pada sedimen (Hortellani, 2013).
Jumlah
sedimen yang banyak di dalam air memberikan dampak buruk seperti menurunkan
kualitas air (air menjadi keruh), mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam
air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis, mengurangi populasi ikan dan
hewan air lainnya, karena telur dan sumber-sumber makanan di dalam air tertutup
oleh sedimen. Sementara diketahui perairan Teluk Kendari sejak lama dijadikan
lahan untuk pengembangan produksi perikanan.
Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup UHO telah memprediksi sedimentasi itu sejak tahun
2003. Disebutkan bahwa Sungai Wanggu, Kambu, dan Mandonga adalah tiga sungai
menyumbang sedimentasi terbesar yakni sekitar 1.330.281 m3/tahun dengan laju
pendangkalan 0,207 m/tahun. Diperkirakan dalam 10 tahun mendatang, kontur
kedalaman 1,2 sampai 3 meter berubah menjadi daratan seluas 923,4 hektar,
sehingga perairan Teluk Kendari tinggal 197,1 hektar. Lebih jauh lagi
diprediksi sampai 24 tahun mendatang kontur kedalaman 1, 2, 3, 4, sampai 10
meter berubah menjadi daratan seluas 1.091,1 hektar, sehingga Teluk Kendari
sisa seluas 18,8 hektar.
Sumbangan
sedimen terbesar yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini adalah adanya
penimbunan tanah dan batu di pinggir teluk yang terjadi hampir di segala sisi.
Pada sisi Selatan, jalan menuju pelabuhan Samudera, terlihat aktivitas
penimbunan teluk dengan cara membuat petak-petak kaplingan laut, yang terus
mendesak badan Teluk Kendari. Di sisi Barat teluk, penimbunan membuat jalan
menjulur ke arah teluk juga dilakukan melalui proyek pemerintah. Demikian pula
penimbunan besar-besaran yang juga diproyekan oleh pemerintah di sisi Utara
(bagian kemarau). Jadi, sesungguhnya pemerintahlah yang saat ini mempunyai
andil besar untuk “memperkecil” luasan teluk. Aktivitas penimbunan ini adalah
upaya reklamasi dari pemerintah untuk meningkatkan peran kawasan Teluk Kendari.
Jauh
sebelumnya, sumbangan sedimentasi juga datang dari dari aktivitas pedagang
(rutin dan musiman) di sepanjang area Kendari Beach, seperti kulit buah durian,
rambutan, dan lainnya yang ikut terbuang ke dalam teluk. Juga sampah botol
bekas minuman, bungkus rokok, dan sebagainya. Sumbangan sedimentasi lainnya
adalah aktivitas beberapa dermaga yang ada dalam kawasan teluk. Tidak hanya
menyebabkan sedimentasi, keberadaan pelabuhan menyebabkan lalu lintas pelayaran
menjadi ramai. Sehingga tumpahan minyak, cat, karatan dinding kapal dapat
menjadi zat-zat pencemar perairan. Kondisi tersebut menggerakkan pemerintah
untuk memperbaiki keadaan yang jika dibiarkan tentu akan semakin memburuk.
Revitalisasi dalam bentuk reklamasi sepertinya menjadi satu-satunya cara bagi
pemerintah. Entah karena murni kesadaran ekologis, atau justru profit oriented.
Sempat
membaca naskah presentase pemerintah terkait pengerukan dan reklamasi Teluk
Kendari. Dengan didasarkan pada kenyataan pendangkalan teluk, maka upaya reklamasi
dijadikan upaya antisipatif untuk menyelamatkan Teluk Kendari dari sedimentasi
dan pencemaran, sekaligus meningkatkan manfaat ekonomi, lingkungan dan
estetika. Salah satu langkahnya adalah menetapkan kawasan Teluk Kendari sebagai
kawasan strategis ekonomi dalam dokumen RTRW provinsi dan Kota Kendari.
Beberapa rencana kawasan Teluk Kendari yang tertuang dalam naskah tersebut
diantaranya pembangunan mesjid Al-Alam, pembangunan jembatan Bahteramas, Hotel,
Mall, Taman Kota dan Plaza.
Faktanya
beberapa rencana tersebut memang sedang dijalankan. Saya pikir tidak ada
masalah dengan rencana-rencana tersebut, toh juga untuk kepentingan publik yang
nantinya akan semakin mengembangkan Kota Kendari, khususnya dan Provinsi Sultra
umumnya. Pembangunan Masjid Al-Alam yang dibangun untuk tujuan mulia sejatinya
tidaklah menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat jika sekiranya
dibangun dengan asas ramah lingkungan. Oleh karena itu, Sangat disayangkan jika
rencana pengembangan kawasan Teluk Kendari justru akan semakin memperparah
kondisi lingkungan perairan yang semula diniatkan untuk revitalisasi.
2.6 PENDANGKALAN TELUK KENDARI
Teluk adalah bagian dari lautan
yang menjorok masuk kedaratan. Teluk dapat dimanfaatkan sebagai keperluan
manusia, antara lain : dalam bidang transportasi, perikanaan, pertambangan,
energy, pendidikan, pariwisata, dan bahan baku obat-obatan serta konservasi
alam.
Pengembangan kawasan teluk
sampai saat ini belum banyak berkembang, sementara apabila ditinjau dari segi
fungsinya teluk memiliki peranan yang besar terhadap perkembangan wilayah.
Namun karena tekuk merupakan muara dari sungai, maka ancaman dari pengendapan
atau sedimentasi serta pencemaran akan selalu ada. Terlebih lagi apabila teluk
berada pada wilayah yang memiliki aktivitas yang tinggi, berbagai ancaman akan
terus membayangi seperti abrasi air laut, banjir dan intrusi air laut.
Ancaman-ancaman tersebut dapat saja terjadi apabila faktor-faktor yang
mendukung kepentingan teluk sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Halyang
paling sering terjadi pada teluk adalah sedimentasi, hal tersebut dipengaruhi
oleh karena teluk adalah muara sungai.
Teluk Kendari tidak dapat
dipisahkan dengan awal keberadaan kota Kendari yang menjadi Ibukota Provinsi
Sulewesi Tenggara saat ini. Nama Kendari berasal dari bahasa Tolaki yakni
kandai (tukong) yang artinya alat dari bambu atau kayu yang dipergunakan untuk
mendorong perahu di tempat yang dangkal. Di teluk inilah aktivitas transportasi
laut penduduk menggunakan alat kandai. Kandai kemudian diabadikan menjadi nama
kampong yang sekarang telah menjadi Kelurahan Kandai yang berada di awal usat
kota Kendari yang terletak di wilayah Kecamatan Kendari (Kota Lama). Teluk
Kendari merupakan sumberdaya alam laut yang menunjang berbagai kepentingan dan
aktivitas ekonomi masyarakat kota Kendari.
Secara geografis, letak Kota Kendari seperti wajan, ditengah-tengah terdapat teluk sementara di sisi utara, barat dan selatan. Terdapat ketinggian berupa pegunungan Nipa-Nipa yang terletak di sebelah utara, pegunungan Nanga-Nanga di sisi sebelah selatan, dan di sebelah barat seperti Kecamatan Mandonga dan Wua-Wua yang merupakan pemukiman yang posisinya lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka sudah tentu sungai yang ada pada wilayah tersebut bermuara di Teluk Kendari yang menyebabkan pendangkalan teluk.
Secara geografis, letak Kota Kendari seperti wajan, ditengah-tengah terdapat teluk sementara di sisi utara, barat dan selatan. Terdapat ketinggian berupa pegunungan Nipa-Nipa yang terletak di sebelah utara, pegunungan Nanga-Nanga di sisi sebelah selatan, dan di sebelah barat seperti Kecamatan Mandonga dan Wua-Wua yang merupakan pemukiman yang posisinya lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka sudah tentu sungai yang ada pada wilayah tersebut bermuara di Teluk Kendari yang menyebabkan pendangkalan teluk.
Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa hutan merupakan tempat terbaik untuk menangkap presitipasi yang
terjadi pada suatu wilayah. Umumnya sungai-sungai mengalir dari bagian
tertinggi DAS hingga mencapai outlet atau muara. Ketika kondisi hutan pada
bagian hulu telah teganggu oleh aktivitas yang mengganggu proses infiltrasi
seperti mengurangi vegetasi pada bagian hulu, penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya serta teknologi pengelolaan lahan yang digunakan.
Dari kegiatan tersebut penurunan status kawasan hutan juga akan sangat mempengaruhi
sistem hingga ke hilir.
Pendangkalan Teluk Kendari
disebabkan oleh aktivitas-aktivitas di atas, apalagi 4.000 hektar hutan
produksi di kabupaten Konsel statusnya akan diturunkan dari hutan produksi
menjadi hutan Area Peruntukan Lain (APL). Sementara itu hutan lindung juga yang
berada pada wilayah Konsel direncanakan akan diturunkan statusnya untuk
aktivitas pertambangan, mengingat bahwa wilayah tersebut memiliki kandungan
nikel yang tinggi.
Selain hal tersebut, kerusakan hutan di Konawe Selatan juga di pengaruhi oleh tingginya tingkat perambahan dan illegal logging pada kawasan konservasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pengawas kawasan konservasi dan hutan lindung lainnya, selain itu kurangnya anggaran untuk pengawasan hutan masih sangat terbatas.
Selain hal tersebut, kerusakan hutan di Konawe Selatan juga di pengaruhi oleh tingginya tingkat perambahan dan illegal logging pada kawasan konservasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pengawas kawasan konservasi dan hutan lindung lainnya, selain itu kurangnya anggaran untuk pengawasan hutan masih sangat terbatas.
Permasalahan utama yang
terjadi pada Teluk Kendari adalah sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang
bermuara pada Teluk Kendari, salah satu sungai yang menyumbangkan sedimentasi
terbesar pada teluk ini adalah DAS Wanggu. Berdasarkan kajian hasil simulasi
hidrodinamika dan sedimentasi serta erosi oleh BPPT-Pemkot Kendari 2004
menunjukkan kecepatan net deposisi sedimen adalah sekitar 2 mm perhari, atau sekitar
6 cm perbulan. Diperkirakan terjadi pertambahan lahan baru akibat pendangkalan
sekitar 20-30 ha pertahun. Dapat diperkirakan 20 tahun yang akan datang teluk
ini akan menjadi daratan atau menjadi Sungai Wanggu apabila tidak dilakukan
tindakan rehabilitasi dan konservasi pada hulu DAS Wanggu.
Secara administrasi DAS
Wanggu ini meliputi Kota Kendari (Kecamatan Mandonga, Baruga dan Anduonohu) dan
kebupaten Konsel (Kecamatan Ranomeeto, Moramo, dan Konda). Secara pembagian
system DAS, maka wilayah Kota Kendari merupakan wilayah tengah-hilir sedangkan
Kabupaten Konsel merupakan bagian hulu-tengah. Secara hidrologis,
saluran-saluran sungai DAS Wanggu menyerupai bentuk cabang-ranting-pohon
(dendritic pattern). Pola tersebut bila dikaitkan dengan sistem aliran sungai
dapat mempercepat gerakan limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah
pada DAS Wanggu. Hal ini diperparah oleh kondisi DAS Wanggu pada saat ini sudah
cukup kritis, dimana di daerah up-stream tumbuhan tahunan yang merupakan ciri
khas hutan tropis sudah hampir hilang. Kondisi semacam ini terlihat dimana pada
daerah pegunungan yang merupakan daerah tangkapan hujan Sungai Wanggu hanya
banyak ditumbuhi rumput dan semak, dimana tumbuhan semacam ini tidak bisa
menahan air selama musim hujan. Hasil kajian BPPT-Pemkot Kendari menunjukkan
besarnya sedimen adalah 1.482.449 ton/tahun. Ini merupakan hasil sebagian
material yang tererosi di DAS Wanggu. Besarnya erosi yang terjadi di DAS Wanggu
diperkirakan sebesar 4.487.707 ton/tahun. Selain itu pada musim hujan air tidak
bisa tertahan, sehingga semua air akan mengalir ke bawah secara bersamaan
akibatnya bisa menyebabkan banjir pada daerah aliran di bawahnya.
Berdasarkan data yang dimiliki dari hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sampara, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan di Teluk Kendari seluas 101,8 ha dan kedalaman laut berkisar 9 sampai 10 meter. Luasan teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 ha pada tahun 2007 menjadi 1.084,4 ha pada tahun 2010.
Berdasarkan data yang dimiliki dari hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sampara, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan di Teluk Kendari seluas 101,8 ha dan kedalaman laut berkisar 9 sampai 10 meter. Luasan teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 ha pada tahun 2007 menjadi 1.084,4 ha pada tahun 2010.
Aktivitas di sekitar DAS
yang bermuara ke Teluk Kendari secara langsung maupun tidak langsung menjadi
kontributor terbesar pendangkalan teluk. Terutama aktivitas yang tidak ramah
lingkungan seperti penebangan kayu di hutan, pertambangan pasir, serta konversi
kawasan mangrove menjadi tambak maupun industry dan pertokoan. Dapat dilihat
sekarang areal mangrove yang dulunya masih luas kini semakin sempit oleh
berbagai jenis usaha antara lain pembukaan tambak, pembangunan galangan kapal,
pembangunan SPBU dan pembangunan kawasan pertokoan. Pada tahun 1960-an luas
vegetasi mangrove disekitar Teluk Kendari mencapai 543,58 ha, tahun 1995
menurun hingga tersisa 69,8 ha dan tahun 2005 menurun lagi hingga 40 %.
2.7 SOLUSI YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENCEGAH
TERJADINYA
PENDANGKALAN TELUK KENDARI
Berdasarkan faktor penyebab dan akibat yang di
timbulkan oleh adanya pendangkalan Teluk Kendari maka dapat dianalisis sebagai
berikut :
1.
Penanggulangan sedimentasi yang
merupakan faktor penyebab utama pendangkalan Teluk Kendari dapat dilakukan
dengan menyetop sumber sedimentasi yang berasal dari 13 anakan sungai dan
sungai-sungai besar yang kesemuanya bermuara pada Teluk Kendari. Salah satunya
adalah Sungai Wanggu yang merupakan penyumbang sedimentasi terbesar ke dalam Teluk
Kendari. Upaya yang bisa dilakukan yaitu meminimalisasi terjadinya luapan
material sedimentasi dengan melakukan reboisasi di daerah hulu, upaya ini
berpengaruh signifikan di dalam mengurangi laju sedimentasi yang terjadi di
sungai Wanggu. Program reboisasi ini sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar
yang bermukim di hulu DAS sehingga mampu menciptakan ikatan emosional warga
dengan lingkungan sekitarnya. Upaya yang pernah dilakukan oleh lembaga Yari
Kota Kendari dengan melibatkan masyarakat yang di beri nama Desa Lingkungan di
mana programnya antara lain adalah penanaman pohon-pohon sekitar aliran sungai
menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan material sedimentasi
di sebagian DAS Wanggu, sayangnya upaya ini kurang mendapat dukungan secara
moril dan materi dari pihak pemerintah Kota Kendari sehingga program yang
dilakukan oleh Yari dan masyarakat hulu DAS Wanggu ini hanya berlangsung selama
dua tahun dengan cakupan areal yang tidak terlalu luas.
2.
Pemindahan Pelabuhan ke Kelurahan
Bungkutoko menjadi solusi yang di lakukan oleh Pemerintah Kota Kendari dalam
rangka menciptakan Teluk Kendari yang lebih teratur dan fungsional serta dalam
rangka menangulangi pendangkalan yang terjadi di dalam Teluk Kendari. Hal
tersebut merupakan hal yang bijaksana, sebab adapun pengaruh yang mungkin
dialami hanya bersifat sosial yaitu berubahnya pola aktivitas masyarakat yang
tadinya telah terbiasa mengantungkan kehidupannya dan mencari sumber
penghasilan di Pelabuhan dalam Teluk Kendari akan berpindah ke Kelurahan
Bungkutoko. Kondisi Pelabuhan yang semakin jauh di luar Teluk menyulitkan
masyarakat karena harus mengeluarkan biaya transportasi jika akan berangkat
kerja ke Pelabuhan di Kelurahan Bungkutoko. Kemungkinan besar buruh-buruh yang
tadinya bekerja di pelabuhan dalam Teluk Kendari akan berpindah domisili ke
Kelurahan Bungkutoko untuk menghemat biaya hidup.
3.
Desain Perencanaan Tata Ruang Teluk
Kendari, di mana di rencanakan akan di bangun jembatan Bahteramas, dan mesjid
di tengah Teluk sebagai landmark titik focus menjadikan Teluk Kendari sebagai
kawasan ekowisata. Kalau bisa jangan hanya di lihat dari satu aspek saja yaitu
aspek ekonomi yang merupakan sumber pendapatan kuliner. Sebab jika merujuk dari
salah satu penyebab pendangkalan Teluk Kendari yaitu dengan adanya Dermaga dan
pelabuhan yang terdapat di dalam Teluk Kendari yang merupakan salah satu
penyebab pendangkalan Teluk Kendari, ada baiknya di lakukan riset dan analisis
yang mendalam sejauh mana efek yang akan di timbulkan dari rencana pembangunan
Masjid di tengah Teluk Kendari tersebut. Apakah dari segi Lingkungan tidak akan
menjadi penyumbang sedimentasi pula yang menjadikan semakin dangkalnya Teluk
Kendari.
4.
Dengan adanya penataan ruang Teluk
Kendari, menjadikan wajah Teluk Kendari semakin indah dan teratur. Dukungan
dari masyarakat disekitar Teluk Kendari tentunya sangat di perlukan. Keindahan
Teluk Kendari tidak terlepas dari kebersihan dan keteraturan Teluk Kendari. Hal
ini perlu melibatkan masyarakat baik yang berdomisili di sekitar Teluk Kendari maupun
masyarakat yang hanya sekedar berkunjung ke Teluk Kendari untuk mempunyai
kesadaran dalam menjaga kebersihan Teluk dengan tidak lagi membuang sampah di
sekitar Teluk dan di dalam Teluk Kendari.
5.
Erosi yang terjadi di dalam Teluk
Kendari tidak terlepas dari dua hal yaitu rusaknya pegunungan Nipa-Nipa akibat
perambahan hutan secara liar dan juga besarnya endapan material yang dialirkan
oleh Das sungai Wanggu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian laju
erosi dan rehabilitasi hutan di Taman Hutan Raya Nipa-nipa. Pemerintah Kota
dalam hal ini harus mengeluarkan kebijakan dan siap mengalokasi anggaran untuk
upaya-upaya tersebut. Dalam tataran teknis sebaiknya upaya rehabilitasi dan
pengendalian erosi dilakukan dengan lebih detail. Kegiatan disesuaikan dengan
kondisi lahan hutan raya Nipa-Nipa dan juga kondisi Das Wanggu, serta
melibatkan masyarakat setempat sebagai upaya pencegahan konflik .
6.
Banjir yang terjadi di sekitar Kawasan
Pesisir Teluk Kendari adalah efek dari pendangkalan Teluk Kendari yang perlu
ditanggulangi. Dengan melakukan penataan ruang pada Kawasan Pesisir Teluk
Kendari diharapkan mampu meminimalisir banjir yang terjadi ketika hujan turun
khususnya pada kawasan pemukiman penduduk di sekitar Kawasan Pesisir Teluk
Kendari. Dalam hal ini perbaikan drainase dari dan menuju ke Teluk Kendari
mutlak dilakukan. Ketika drainase lancar, air hujan yang tertampung di sekitar
badan jalan sepanjang Kawasan Pesisir Teluk Kendari akan mengalir masuk ke
dalam Teluk, demikian pula sebaliknya. Penebangan hutan mangrove perlu
dikurangi sebab dengan adanya pohon-pohon mangrove disepanjang Kawasan Pesisir
Teluk Kendari akan mampu menyerap air hujan yang jatuh ke dalam Teluk Kendari,
sehingga air yang tertampung di dalam Teluk sebagian terserap ke dalam tanah
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut dapat di
peroleh suatu kesimpulan, yaitu :
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua)
suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar),
sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging
diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah.
Konservasi
pohon mangrove adalah upaya rehabilitasi/penanaman kembali yang
bertujuan untuk menghijaukan kembali kawasan mangrove yang telah rusak dan
memperkecil intrusi air laut kedaratan serta memperkecil terjadinya abrasi
pantai. Jenis mangrove yang ditanam pada lokasi praktek yaitu
mangrove jenis Rhizophora sp. Dengan kondisi
substrat lumpur berpasir. Salah satu faktor rusaknya pohon
mangrove wilayah teluk kendari yakni pertambahan jumlah penduduk yang cepat
dengan melakukan reklamasi pantai untuk membangun dan pemanfatan pohon mangrove
sebagai bahan bangunan secara berlebihan, disamping masih kurangnya perhatian
pemerintah terhadap kondisi teluk kendari terkhusus hutan mangrovenya.
Laut dan segala isinya merupakan nikmat yang sangat
besar yang diberikan oleh Allah Swt kepada umat manusia. Oleh karena itu, kita
sebagai umat manusia harus dapat menjaga dan melestarikannya sebagai salah satu
kekayaan kita yang tak ternilai harganya. Kita juga tidak boleh mencemari
apalagi sampai merusak ekosistem yang ada di laut karena hal ini dapat
menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi diri kita semua.
3.2 SARAN
Adapun saran yang
dapat saya kemukakan adalah sebagai berikut :
1.
Peran aktif Pemerintah dalam
melakukan rahabilitasi pohon mangrove dan pengelolaannya secara berkelanjutan
serta masyarakat dan mahasiswa pula dalam menjaga lingkungan.
2.
Pemerintah dan mahasiswa lebih
aktif kepada masyarakat terhadap pentingnya kelestarian hutan mangrove untuk
teluk kendari saat ini dan untuk masa akan datang.
3.
Tidak
mengizinkan berdirinya bangunan permanen disekitar kawasan Teluk Kendari.
4.
Melakukan
penyuluhan-penyuluhan tentang keadaan ekosistem laut yang ada di Teluk Kendari
dan akibat buruk yang dapat terjadi dari rusaknya ekosistem tersebut kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar Teluk Kendari.
5.
Melindungi
dan melestarikan hutan bakau yang ada di sekitar kawasan Teluk Kendari dengan
cara menanam lebih banyak lagi pohon bakau, karena semakin banyak pohon bakau
yang ada, maka kemungkinan terjadinya erosi dan kerusakan ekosistem yang ada di
laut akan semakin lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Ama, K.K. dan Santosa, I. 2005.
Hukum Mandul, Hutan pun Gundul, Kompas, Fokus, 5 Maret 2005
Animous.
20013. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Bengen.
2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dahuri, Rohmin.
2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan erkelanjutan Indonesia. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hutabarat, S. 2000. Prosiding Seri
Lokakarya II Penebangan Kayu Secara Liar (Illegal Logging), Jakarta 30-31
Agustus 2000. DEPHUTBUN-World Bank- WWF.
Kusmana, C. 1994.
Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Laboratorium
Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pangerang, U. 2010.
Revisi Buku Ajar Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan. Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo
Kendari.
Wibisono, Cahyo dan
Suryadiputra. 2006. Hasil Pembelajaran atas Upaya-Upaya Restorasi
Ekosistem Pesisir Sejak Peristiwa Tsunami di Aceh dan Nias. Wetlands
International Indonesia Programme dan UNEP. Bogor.
Widakdo, G. dan Santoso, F. 2005.
Pemerintah Lanjutkan Berantas Pembalakan Illegal. Bisnis
dan
Investasi. Kompas, 15 Juni 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar