Rabu, 11 Oktober 2017

Makalah Wawasan Kemaritiman "Aktivitas Illegal Logging, Pertambangan, Perusakan Ekosistem Mangrove, dan Pendangkalan Teluk Kendari"



Tugas :
WAWASAN KEMARITIMAN
(Aktivitas Illegal Logging, Pertambangan, Perusakan Ekosistem Mangrove, dan Pendangkalan Teluk Kendari)


OLEH
NAMA      :        RIZKI INDAH SARY
NIM           :        J1A116332
KELAS     :        C








FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1              LATAR BELAKANG....................................................................................... 1
1.2       RUMUSAN MASALAH.................................................................................. 3
1.3       TUJUAN............................................................................................................ 3
1.4       MANFAAT........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1       DEFINISI ILLEGAL LOGGING.................................................................... 5
2.2       DAMPAK ILLEGAL LOGGING.................................................................... 6
2.3       UPAYA UNTUK MENGATASI ILEGAL LOGGING.................................. 7
2.4       PERTAMBANGAN.......................................................................................... 9
2.5       PERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE................................................... 11
2.6       PENDANGKALAN TELUK KENDARI........................................................ 13
2.7       SOLUSI YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
PENDANGKALAN TELUK  KENDARI....................................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1       KESIMPULAN.................................................................................................. 19
3.2       SARAN.............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 21



 

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga Tugas mandiri berupa makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam pembuatan makalah ini,penulisi bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman dengan judul “Aktivitas Ilegal Logging, Pertambangan, Perusakan Ekosistem Mangrove, dan Pendangkalan Teluk Kendari
            Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah berperan serta dalam pembuatan makalah ini.
            Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi yang penulis sajikan maupun dari segi penulisannya. Untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kendari, 1         2017


Penulis




 



BAB I
PENDAHULUAN


1.1    LATAR BELAKANG
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, di mana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Dalam kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).
          Penebangan liar yang mencapai jantung-jantung kawasan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi menunjukkan peningkatan dan parahnya situasi penebangan liar. Penebangan liar adalah penyebab utama penggundulan hutan di Indonesia yang mencapai tingkat kecepatan 1.6 – 2.0 juta hektar per tahun sehingga Menteri Kehutanan Indonesia telah menempatkan pembasmian aktivitas penebangan liar termasuk perdagangan kayu illegal sebagai agenda utama dalam lima kebijakan utama sektor kehutanan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian kebijakan ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pendekatan-pendekatan yang lebih proaktif.
Konservasi sumberdaya hayati perairan adalah kegiatan perlindungan terhadap sumberdaya hayati perairan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kegiatan ini meliputi perlindungan habitat dan organisme-organisme perairan. Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan.
(Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan terhadap pemanfatan yang berlebihan oleh manusia itu sendiri sehingga perlunya di rehabilitasi. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain yaitu pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain yaitu penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Menurut Kusmana (1994), ada tiga faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu: (1) Pencemaran, yang meliputi pencemaran minyak dan pencemaran logam berat, (2) Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan, meliputi: budidaya perikanan, pertanian, jalan raya, industri serta jalur dan pembangkit listrik, produksi garam, perkotaan, pertambangan dan penggalian pasir, (3) Penebangan yang berlebihan.
Berdasarkan kondisi hutan mangrove tersebut, perlu dilakukan penanganan konservasi ekosistem mangrove dengan cara melakukan rehabilitasi mangrove atau pemulihan kembali mangrove yang rusak.
Dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Sember Daya Alam Kelauatan di Kendari telah menjadi salah satu sumber kekayaan yang sangat penting bagi masyarakat Kendari itu sendiri. Karena laut merupakan sarana pengangkutan yang penting diberbagai belahan dunia begitu juga didaerah ini dan menjadi salah satu tempat yang cocok dan nyaman untuk berkreasi.
Selain itu, hasil dari laut itu sendiri merupakan salah satu hal yang cocok bagi konsumsi dan sanitasi umat manusia serta untuk produksi berbagai barang industry dan produk makanan. Semakin bertambahnya pembangunan industry di Indonesia tentu saja membawa dampak negatif pada pada lingkungan hidup. Salah satunya teluk. Teluk sebagai sumber daya alam dunia yang memiliki banyak manfaat serta dapat menjaga kelangsungan hidup manusia merupakan sumber daya alam dunia yang memiliki banyak manfaat serta dapat menjaga kelangsungan hidup manusia merupakn sumber daya hayati yang sangat penting. Selain itu, teluk juga berfungsi sebagai tempat berbagai jenis tumbuhan dan hewan, sehingga kerusakan pada tluk akan menimbulkan ketidakseimbaimbangan ekositem fatal seta bencana alam.
Teluk Kendari misalnya, teluk ini telah mengalami pendangkalan yang sangat pernah sehingga bias dialihkan fungsikan oleh masyarakat pinggiran teluk sebagai lapangan apabila terjadi pasang surut disore hari. Tentunya hal ini sangat tragis dan hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja karena apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan sangat banyak dampak negative yang akan ditimbulkan.


1.2    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di peroleh berbagai macam pembahasan atau masalah yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini. Adapun berbagai macam pembahasan dalam makalah ini dapat di temukan berbagai titik permasalahan yang membentuk suatu pertanyaan sebagai berikut :
       1.        Apa yang di maksud dengan illegal logging?
       2.        Apa saja dampak yang di timbulkan dari  aktivitas illegal logging?
       3.        Upaya apa saja yang dapat di lakukan untuk mengatasi aktivitas ilegal logging?
       4.        Apa yang di maksud dengan pertambangan?
       5.        Apa yang di maksud dengan perusakan ekosistem mangrove?
       6.        Apa yang di maksud dengan pendangkalan teluk kendari?
     7.     Apa saja solusi yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya pendangkalan teluk  kendari?

1.3    TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, dapat di peroleh beberapa tujuan sebagai berikut :
1.                       Untuk mengetahui definisi dari illegal logging
2.                       Untuk mengetahui apa saja dampak yang di timbulkan dari aktivitas illegal Logging
3.             Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat di lakukan untuk mengatasi aktivitas ilegal logging
4.             Untuk mengetahui definisi dari pertambangan
5.             Untuk mengetahui tentang perusakan ekosistem mangrove
6.             Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pendangkalan teluk kendari
7.             Untuk mengetahui solusi yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya pendangkalan teluk  kendari

1.4    MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari makalah ini, yaitu :
1.                   Sebagai bahan informasi dalam bentuk pembelajaran bagi kalangan akademis
2.                   Memberikan masukan kepada kalangan akademis mengenai ilmu kemaritiman
3.                   Sebagai acuan pembelajaran bagi kalangan akademis
4.                   Menambah ilmu pengetahuan mengenai ilmu-ilmu kemaritiman





BAB II
PEMBAHASAN


2.1    DEFINISI ILLEGAL LOGGING
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar), sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah.
Pengertian Illegal Logging dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (selanjutnya disebut “UU Kehutanan”) tidak didefinisikan secara jelas illegal logging dan hanya menjabarkan tindakan-tindakan illegal logging. Kategori illegal logging menurut Pasal 50, antara lain: mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (ilegal), merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan, membakar hutan,dll. Dapat dikatakan bahwa pengertian illegal logging walau tidak dijelaskan secara eksklusif dalm UU,namun pengertiannya bukan hanya menyangkut pembalakan kayu melainkan lebih luasnya yaitu perusakan hutan.
Dapat disimpulkan unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar hukum untuk penegakan hukum pidana terhadap kejahatan illegal logging yaitu sebagai berikut :
1.             Setiap orang pribadi maupun badan hukum dan atau badan usaha
2.             Melakukan perbuatan yang dilarang baik karena sengaja maupun karena kealpaannya
3.             Menimbulkan kerusakan hutan, dengan cara-cara yakni :
a.             Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan
b.             Kegiatan yang keluar dari ketentuan perizinan sehingga merusak hutan.
c.              Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang, dan pantai yang ditentukan Undang-undang
d.             Menebang pohon tanpa izin
e.              Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,  menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan illegal
f.              Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH.
g.             Membawa alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa  izin
Jadi dapat disimpulkan Illegal Logging adalah suatu tindakan yang dilakukan pribadi ataupun badan hokum dan/ badan usaha baik secara sengaja atau karena kealpaannya yang mengakibatkan rusaknya hutan.



2.2    DAMPAK ILLEGAL LOGGING
Kegiatan penebangan kayu secara liar (illegal logging) telah menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, sumber daya hutan yang sudah hancur, selama masa orde baru kian menjadi rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran.
Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka.
Kemampuan tegakan (pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi (irreversible).



2.3    UPAYA MENGATASI ILEGAL LOGGING
Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan illegal logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana terdapat suatu kawasan hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya. Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya monitoring (deteksi), upaya pencegahan (preventif), dan upaya penanggulangan (represif).
a.             Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar
Kegiatan-kegiatan deteksi mungkin saat ini telah dilakukan, namun walaupun diketahui atau ada dugaan terjadi kegiatan illegal logging tindak lanjutnya tidak nyata. Meski demikian aksi untuk mendeteksi adanya illegal logging tetap harus terus dilakukan, namun harus ada komitmen untuk menindaklanjuti dengan proses penegakan hukum yang tegas dan nyata di lapangan. Kegiatan deteksi dapat dilakukan melalaui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1.             Deteksi secara makro, misalnya melalui potret udara sehingga diketahui adanya indikator penebangan liar seperti jalur logging, base camp, dsb.
2.             Ground checking dan patroli
3.             Inspeksi di tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar
4.             Deteksi di sepanjang jalur-jalur pengangkutan
5.             Inspeksi di log pond IPKH
6.             Inspeksi di lokasi Industri
7.             Melakukan timber tracking
8.             Menerima dan menindaklanjuti adanya informasi yang datang dari masyarakat
9.             Pemeriksaan dokumen (ijin, angkutan dan laporan) perlu lebih intensif, terutama dokumen laporan dengan meneliti lebih seksama laporan-laporan yang mengandung kejanggalan-kejanggalan.

b.             Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging
Tindakan preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke depan yang sifatnya strategis dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Kegiatan preventif dapat dilakukan melalui :
1.             Pembangunan kelembagaan (capacity building) yang menyangkut perangkat lunak, perngkat keras dan SDM termasuk pemberian reward and punishment.
2.             Pemberdayaan masyarakat seperti pemberian akses terhadap pemanfaatan sumber daya hutan agar masyarakat dapat ikut menjaga hutan dan merasa memiliki, termasuk pendekatan kepada pemerintah daerah untuk lebih bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan.
3.             Pengembangan sosial ekonomi masyarakat seperti menciptakan pekerjaan dengan tingkat upah/ pendapatan yang melebihi upah menebang kayu liar : misalnya upah bekerja di kebun kelapa sawit diusahakan lebih tinggi/sama dengan menebang kayu liar, pemberian saham dan sebagainya.
4.             Peningkatan dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalisme SDM.
5.             Pemberian insentif bagi masyarakat yang dapat memberikan informasi yang menjadikan pelaku dapat ditangkap.
6.             Pengembangan program pemberdayaan masyarakat.
7.             Melakukan seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan pejabat.
8.             Evaluasi dan review peraturan dan perundang-undangan.
9.             Perbaikan mekanisme pelelangan kayu hasil tangkapan data temuan.
10.         Relokasi fungsi kawasan hutan dengan lebih rasional.
11.         Penegasan Penataan batas kawasan hutan.
12.         Restrukturisasi industri pengolahan kayu, termasuk penghentian HPHH dan ijin HPH skala kecil.

c.              Tindakan supresi (represif)
Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan illegal logging, tindakan represif harus mampu menimbulkan efek jera sehingga pemberian sanksi hukum harus tepat.


2.4    PERTAMBANGAN
Banyaknya potensi dan perusahaan pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra), mestinnya menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat. Namun demikian, sejumlah perusahaan tambang di Sultra saat dikuasai tenaga kerja asing (TKA) yang kebayakan dari China. Meskipun tambnang atau perusahaan pertambangan merupakan milik dari sultra tetapi kenapa banyak pekerja tambang merupakan para pekerja asing.
Anggota DPR RI Komisi VII ini juga memaparkan, lingkungan hidup, kemudian ekonomi dan industri saling berkepentingan. Tentu keberadaannya diharapkan dapat memberikan dampak signifikan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Kita ketahui bahwa tidak semia tenaga kerja asing memiliki keterampilan yang cukup untuk bekerja, merek bekerja hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang tidak begitu berat.
Terkait persoalan tersebut, lanjutnya, pertambangan di Sultra masih banyak yang harus dibenahi. Ia berharap undang undang yang dirumuskan natinya mampu menyelesaikan persoalan itu. Munculnya tenaga kerja asing (TKA) akan memberikan dampak terhadap pekerja lokal atau pribumi.
Dampak yang akan muncul adanya TKA yakni konflik sosial karena perbedaan budaya dan kecemburuan sosial antara pribumi terhadap TKA. Belum lagi penyebaran penyakit, peredaran narkoba dan spionase.
Sementara itu, Ketua DPD Pospera Sultra Wahidin Kusuma Putra menuturkan, seminar yang digelarnya mengangkat tema mengenai pertambangan karena terkait dengan persoalan yang terjadi di Sultra saat ini. Kehadiran tambang yang diharapkan dapat membawa dampak baik untuk masyarakat maupun daerah, namun fakta yang ada justru sebaliknya.para petugas tambangh memberhentikan aktivitas tambang yang bermasalah.
Hal itu dikarenakan merespons temuan Inspektur Tambang (IT) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di PT Surya Saga Utama (SSU), yang berlokasi, temuan ini seharusnya menjadi dorongan kepada pemerintah daerah (pemda) khususnya, untuk lebih memaksimalkan kinerja pengawasan terhadap seluruh perusahaan tambang yang bermasalah, agar segera diberhentikan aktivitasnya. karena bukan hanya PT SSU saja yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Sesuai laporan hasil pengawasan terpadu, ditemukan pelanggaran pertambangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang di Sultra.
Misal, dari aspek kepelabuhanan. Masih ada yang belum memiliki izin penetapan lokasi terminal khusus dari Menhub (Menteri Perhubungan, red), izin pembangunan terminal khusus dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla), dan izin operasi pemanfaatan terminal khusus dari Menhub.
Sementara, dari aspek pertambangan, masih ada perusahaan tambang yang melakukan kegiatan penambangan dan produksi, namun belum memenuhi kewajibannya, yakni aspek administrasi dan legalitas. Dalam melakukan penambangan, beberapa dokumen administrasi tidak terpenuhi di lapangan.
Antara laintidak ada RKAB (rencana kerja anggaran biaya), studi kelayakan, laporan eksplorasi, laporan triwulan, laporan tahunan, pun tidak ada rencana dan laporan pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Tidak hanya itu  kewajiban lain yang tidak dipenuhi oleh pihak penambangan yakni tidak memiliki aspek teknis dan penambangan. Atau tidak memiliki kepala teknik tambang sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup termasuk reklamasi.
Kemudian, tidak memiliki rencana kerja tahunan teknis dan lingkungan (RKTTL) pada 2013, yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan pengelolaan lingkungan, dan tidak ada perencanaan dan desain tambang, serta tidak ada kontrak pembelian bahan bakar minyak (BBM) industri dengan Pertamina.
Sehingga, ada indikasi bahwa perusahaan mengunakan BBM subsidi untuk kegiatan industri pertambangan. Kewajiban lain yang tidak dipenuhi pertambangan adalah aspek lingkungan, yakni tidak adanya laporan hasil pemantauan kualitas air, tidak ada instalasi pengendalian air limbah, tidak ada laporan neraca limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), tidak ada izin pembuangan limbah cair, tidak ada izin tempat penyimpanan sementara limbah B3, serta tidak memiliki rencana reklamasi pascatambang.


2.5    PERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE
Kota Kendari memiliki teluk dengan pintu masuk dari timur, arah laut Banda (laut terdalam di Indonesia. Keberadaannya alamiah, menjadi salah satu ikon ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Tentunya selain ikon buatan  seperti tugu “terlantar” persatuan di tengah Kota Kendari.
Di pesisir bagian utara teluk, tepatnya daerah Kendari Beach, masyarakat menjadikannya tempat rekreasi atau sekadar melepas penat di sore hari atau malam hari. Malam Minggu lebih ramai lagi. Di sana tersaji aneka jajanan, seperti es teller dan pisang epe. Pengunjung dapat menikmati jajanan itu sambil menyaksikan ombak kecil tengah memainkan kapal tradisional para nelayan tangkap yang berlabu. Generasi muda, dulu menyebut pesisir itu dengan Kebi, singkatan Kendari Beach, dan belakangan populer lagi dengan sebutan Pirla alias pinggir laut.
Sayangnya, suguhan pemandangan alam teluk Kendari, belakangan banyak mengalami perubahan. Pada saat-saat tertentu, teluk terlihat seperti padang pasir yang becek, berair. Tidak tertutup kemungkinan, satu saat tak perlu menggunakan perahu untuk menjangkau daratan seberang. Teluk Kendari akan menjadi daratan yang cukup lapang. Tidak hanya itu, juga akan menjadi lahan baru bagi para pemulung sampah. Cukup banyak sampah yang bisa diperoleh.

Gambaran di atas akan menjadi kenyataan bilamana sedimentasi terus menerus terjadi. Sedimentasi (penumpukan sedimen) merupakan salah satu dampak dari adanya tekanan fisik pada ekosistem perairan. Ini ditandai dengan laju pendangkalan akibat intrusi sedimen yang telah mengakibatkan peningkatan luas daratan dalam badan Teluk. Polusi sedimen dianggap menjadi salah satu risiko utama lingkungan air, karena banyak organisme air yang menghabiskan sebagian dari siklus hidup mereka pada sedimen (Hortellani, 2013).

Jumlah sedimen yang banyak di dalam air memberikan dampak buruk seperti menurunkan kualitas air (air menjadi keruh), mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis, mengurangi populasi ikan dan hewan air lainnya, karena telur dan sumber-sumber makanan di dalam air tertutup oleh sedimen. Sementara diketahui perairan Teluk Kendari sejak lama dijadikan lahan untuk pengembangan produksi perikanan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UHO telah memprediksi sedimentasi itu sejak tahun 2003. Disebutkan bahwa Sungai Wanggu, Kambu, dan Mandonga adalah tiga sungai menyumbang sedimentasi terbesar yakni sekitar 1.330.281 m3/tahun dengan laju pendangkalan 0,207 m/tahun. Diperkirakan dalam 10 tahun mendatang, kontur kedalaman 1,2 sampai 3 meter berubah menjadi daratan seluas 923,4 hektar, sehingga perairan Teluk Kendari tinggal 197,1 hektar. Lebih jauh lagi diprediksi sampai 24 tahun mendatang kontur kedalaman 1, 2, 3, 4, sampai 10 meter berubah menjadi daratan seluas 1.091,1 hektar, sehingga Teluk Kendari sisa seluas 18,8 hektar.
Sumbangan sedimen terbesar yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini adalah adanya penimbunan tanah dan batu di pinggir teluk yang terjadi hampir di segala sisi. Pada sisi Selatan, jalan menuju pelabuhan Samudera, terlihat aktivitas penimbunan teluk dengan cara membuat petak-petak kaplingan laut, yang terus mendesak badan Teluk Kendari. Di sisi Barat teluk, penimbunan membuat jalan menjulur ke arah teluk juga dilakukan melalui proyek pemerintah. Demikian pula penimbunan besar-besaran yang juga diproyekan oleh pemerintah di sisi Utara (bagian kemarau). Jadi, sesungguhnya pemerintahlah yang saat ini mempunyai andil besar untuk “memperkecil” luasan teluk. Aktivitas penimbunan ini adalah upaya reklamasi dari pemerintah untuk meningkatkan peran kawasan Teluk Kendari.
Jauh sebelumnya, sumbangan sedimentasi juga datang dari dari aktivitas pedagang (rutin dan musiman) di sepanjang area Kendari Beach, seperti kulit buah durian, rambutan, dan lainnya yang ikut terbuang ke dalam teluk. Juga sampah botol bekas minuman, bungkus rokok, dan sebagainya. Sumbangan sedimentasi lainnya adalah aktivitas beberapa dermaga yang ada dalam kawasan teluk. Tidak hanya menyebabkan sedimentasi, keberadaan pelabuhan menyebabkan lalu lintas pelayaran menjadi ramai. Sehingga tumpahan minyak, cat, karatan dinding kapal dapat menjadi zat-zat pencemar perairan. Kondisi tersebut menggerakkan pemerintah untuk memperbaiki keadaan yang jika dibiarkan tentu akan semakin memburuk. Revitalisasi dalam bentuk reklamasi sepertinya menjadi satu-satunya cara bagi pemerintah. Entah karena murni kesadaran ekologis, atau justru profit oriented.
Sempat membaca naskah presentase pemerintah terkait pengerukan dan reklamasi Teluk Kendari. Dengan didasarkan pada kenyataan pendangkalan teluk, maka upaya reklamasi dijadikan upaya antisipatif untuk menyelamatkan Teluk Kendari dari sedimentasi dan pencemaran, sekaligus meningkatkan manfaat ekonomi, lingkungan dan estetika. Salah satu langkahnya adalah menetapkan kawasan Teluk Kendari sebagai kawasan strategis ekonomi dalam dokumen RTRW provinsi dan Kota Kendari. Beberapa rencana kawasan Teluk Kendari yang tertuang dalam naskah tersebut diantaranya pembangunan mesjid Al-Alam, pembangunan jembatan Bahteramas, Hotel, Mall, Taman Kota dan Plaza.
Faktanya beberapa rencana tersebut memang sedang dijalankan. Saya pikir tidak ada masalah dengan rencana-rencana tersebut, toh juga untuk kepentingan publik yang nantinya akan semakin mengembangkan Kota Kendari, khususnya dan Provinsi Sultra umumnya. Pembangunan Masjid Al-Alam yang dibangun untuk tujuan mulia sejatinya tidaklah menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat jika sekiranya dibangun dengan asas ramah lingkungan. Oleh karena itu, Sangat disayangkan jika rencana pengembangan kawasan Teluk Kendari justru akan semakin memperparah kondisi lingkungan perairan yang semula diniatkan untuk revitalisasi.



2.6    PENDANGKALAN TELUK KENDARI
Teluk adalah bagian dari lautan yang menjorok masuk kedaratan. Teluk dapat dimanfaatkan sebagai keperluan manusia, antara lain : dalam bidang transportasi, perikanaan, pertambangan, energy, pendidikan, pariwisata, dan bahan baku obat-obatan serta konservasi alam.
Pengembangan kawasan teluk sampai saat ini belum banyak berkembang, sementara apabila ditinjau dari segi fungsinya teluk memiliki peranan yang besar terhadap perkembangan wilayah. Namun karena tekuk merupakan muara dari sungai, maka ancaman dari pengendapan atau sedimentasi serta pencemaran akan selalu ada. Terlebih lagi apabila teluk berada pada wilayah yang memiliki aktivitas yang tinggi, berbagai ancaman akan terus membayangi seperti abrasi air laut, banjir dan intrusi air laut. Ancaman-ancaman tersebut dapat saja terjadi apabila faktor-faktor yang mendukung kepentingan teluk sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Halyang paling sering terjadi pada teluk adalah sedimentasi, hal tersebut dipengaruhi oleh karena teluk adalah muara sungai. 
Teluk Kendari tidak dapat dipisahkan dengan awal keberadaan kota Kendari yang menjadi Ibukota Provinsi Sulewesi Tenggara saat ini. Nama Kendari berasal dari bahasa Tolaki yakni kandai (tukong) yang artinya alat dari bambu atau kayu yang dipergunakan untuk mendorong perahu di tempat yang dangkal. Di teluk inilah aktivitas transportasi laut penduduk menggunakan alat kandai. Kandai kemudian diabadikan menjadi nama kampong yang sekarang telah menjadi Kelurahan Kandai yang berada di awal usat kota Kendari yang terletak di wilayah Kecamatan Kendari (Kota Lama). Teluk Kendari merupakan sumberdaya alam laut yang menunjang berbagai kepentingan dan aktivitas ekonomi masyarakat kota Kendari.
Secara geografis, letak Kota Kendari seperti wajan, ditengah-tengah terdapat teluk sementara di sisi utara, barat dan selatan. Terdapat ketinggian berupa pegunungan Nipa-Nipa yang terletak di sebelah utara, pegunungan Nanga-Nanga di sisi sebelah selatan, dan di sebelah barat seperti Kecamatan Mandonga dan Wua-Wua yang merupakan pemukiman yang posisinya lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka sudah tentu sungai yang ada pada wilayah tersebut bermuara di Teluk Kendari yang menyebabkan pendangkalan teluk.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hutan merupakan tempat terbaik untuk menangkap presitipasi yang terjadi pada suatu wilayah. Umumnya sungai-sungai mengalir dari bagian tertinggi DAS hingga mencapai outlet atau muara. Ketika kondisi hutan pada bagian hulu telah teganggu oleh aktivitas yang mengganggu proses infiltrasi seperti mengurangi vegetasi pada bagian hulu, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta teknologi pengelolaan lahan yang digunakan. Dari kegiatan tersebut penurunan status kawasan hutan juga akan sangat mempengaruhi sistem hingga ke hilir.
Pendangkalan Teluk Kendari disebabkan oleh aktivitas-aktivitas di atas, apalagi 4.000 hektar hutan produksi di kabupaten Konsel statusnya akan diturunkan dari hutan produksi menjadi hutan Area Peruntukan Lain (APL). Sementara itu hutan lindung juga yang berada pada wilayah Konsel direncanakan akan diturunkan statusnya untuk aktivitas pertambangan, mengingat bahwa wilayah tersebut memiliki kandungan nikel yang tinggi.
Selain hal tersebut, kerusakan hutan di Konawe Selatan juga di pengaruhi oleh tingginya tingkat perambahan dan illegal logging pada kawasan konservasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pengawas kawasan konservasi dan hutan lindung lainnya, selain itu kurangnya anggaran untuk pengawasan hutan masih sangat terbatas.
Permasalahan utama yang terjadi pada Teluk Kendari adalah sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara pada Teluk Kendari, salah satu sungai yang menyumbangkan sedimentasi terbesar pada teluk ini adalah DAS Wanggu. Berdasarkan kajian hasil simulasi hidrodinamika dan sedimentasi serta erosi oleh BPPT-Pemkot Kendari 2004 menunjukkan kecepatan net deposisi sedimen adalah sekitar 2 mm perhari, atau sekitar 6 cm perbulan. Diperkirakan terjadi pertambahan lahan baru akibat pendangkalan sekitar 20-30 ha pertahun. Dapat diperkirakan 20 tahun yang akan datang teluk ini akan menjadi daratan atau menjadi Sungai Wanggu apabila tidak dilakukan tindakan rehabilitasi dan konservasi pada hulu DAS Wanggu.
Secara administrasi DAS Wanggu ini meliputi Kota Kendari (Kecamatan Mandonga, Baruga dan Anduonohu) dan kebupaten Konsel (Kecamatan Ranomeeto, Moramo, dan Konda). Secara pembagian system DAS, maka wilayah Kota Kendari merupakan wilayah tengah-hilir sedangkan Kabupaten Konsel merupakan bagian hulu-tengah. Secara hidrologis, saluran-saluran sungai DAS Wanggu menyerupai bentuk cabang-ranting-pohon (dendritic pattern). Pola tersebut bila dikaitkan dengan sistem aliran sungai dapat mempercepat gerakan limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DAS Wanggu. Hal ini diperparah oleh kondisi DAS Wanggu pada saat ini sudah cukup kritis, dimana di daerah up-stream tumbuhan tahunan yang merupakan ciri khas hutan tropis sudah hampir hilang. Kondisi semacam ini terlihat dimana pada daerah pegunungan yang merupakan daerah tangkapan hujan Sungai Wanggu hanya banyak ditumbuhi rumput dan semak, dimana tumbuhan semacam ini tidak bisa menahan air selama musim hujan. Hasil kajian BPPT-Pemkot Kendari menunjukkan besarnya sedimen adalah 1.482.449 ton/tahun. Ini merupakan hasil sebagian material yang tererosi di DAS Wanggu. Besarnya erosi yang terjadi di DAS Wanggu diperkirakan sebesar 4.487.707 ton/tahun. Selain itu pada musim hujan air tidak bisa tertahan, sehingga semua air akan mengalir ke bawah secara bersamaan akibatnya bisa menyebabkan banjir pada daerah aliran di bawahnya.
Berdasarkan data yang dimiliki dari hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sampara, dalam kurun waktu 13 tahun terakhir terjadi pendangkalan di Teluk Kendari seluas 101,8 ha dan kedalaman laut berkisar 9 sampai 10 meter. Luasan teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 ha pada tahun 2007 menjadi 1.084,4 ha pada tahun 2010.
Aktivitas di sekitar DAS yang bermuara ke Teluk Kendari secara langsung maupun tidak langsung menjadi kontributor terbesar pendangkalan teluk. Terutama aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti penebangan kayu di hutan, pertambangan pasir, serta konversi kawasan mangrove menjadi tambak maupun industry dan pertokoan. Dapat dilihat sekarang areal mangrove yang dulunya masih luas kini semakin sempit oleh berbagai jenis usaha antara lain pembukaan tambak, pembangunan galangan kapal, pembangunan SPBU dan pembangunan kawasan pertokoan. Pada tahun 1960-an luas vegetasi mangrove disekitar Teluk Kendari mencapai 543,58 ha, tahun 1995 menurun hingga tersisa 69,8 ha dan tahun 2005 menurun lagi hingga 40 %.


2.7    SOLUSI YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
         PENDANGKALAN TELUK  KENDARI
Berdasarkan faktor penyebab dan akibat yang di timbulkan oleh adanya pendangkalan Teluk Kendari maka dapat dianalisis sebagai berikut :
1.             Penanggulangan sedimentasi yang merupakan faktor penyebab utama pendangkalan Teluk Kendari dapat dilakukan dengan menyetop sumber sedimentasi yang berasal dari 13 anakan sungai dan sungai-sungai besar yang kesemuanya bermuara pada Teluk Kendari. Salah satunya adalah Sungai Wanggu yang merupakan penyumbang sedimentasi terbesar ke dalam Teluk Kendari. Upaya yang bisa dilakukan yaitu meminimalisasi terjadinya luapan material sedimentasi dengan melakukan reboisasi di daerah hulu, upaya ini berpengaruh signifikan di dalam mengurangi laju sedimentasi yang terjadi di sungai Wanggu. Program reboisasi ini sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar yang bermukim di hulu DAS sehingga mampu menciptakan ikatan emosional warga dengan lingkungan sekitarnya. Upaya yang pernah dilakukan oleh lembaga Yari Kota Kendari dengan melibatkan masyarakat yang di beri nama Desa Lingkungan di mana programnya antara lain adalah penanaman pohon-pohon sekitar aliran sungai menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan material sedimentasi di sebagian DAS Wanggu, sayangnya upaya ini kurang mendapat dukungan secara moril dan materi dari pihak pemerintah Kota Kendari sehingga program yang dilakukan oleh Yari dan masyarakat hulu DAS Wanggu ini hanya berlangsung selama dua tahun dengan cakupan areal yang tidak terlalu luas.
2.             Pemindahan Pelabuhan ke Kelurahan Bungkutoko menjadi solusi yang di lakukan oleh Pemerintah Kota Kendari dalam rangka menciptakan Teluk Kendari yang lebih teratur dan fungsional serta dalam rangka menangulangi pendangkalan yang terjadi di dalam Teluk Kendari. Hal tersebut merupakan hal yang bijaksana, sebab adapun pengaruh yang mungkin dialami hanya bersifat sosial yaitu berubahnya pola aktivitas masyarakat yang tadinya telah terbiasa mengantungkan kehidupannya dan mencari sumber penghasilan di Pelabuhan dalam Teluk Kendari akan berpindah ke Kelurahan Bungkutoko. Kondisi Pelabuhan yang semakin jauh di luar Teluk menyulitkan masyarakat karena harus mengeluarkan biaya transportasi jika akan berangkat kerja ke Pelabuhan di Kelurahan Bungkutoko. Kemungkinan besar buruh-buruh yang tadinya bekerja di pelabuhan dalam Teluk Kendari akan berpindah domisili ke Kelurahan Bungkutoko untuk menghemat biaya hidup.
3.             Desain Perencanaan Tata Ruang Teluk Kendari, di mana di rencanakan akan di bangun jembatan Bahteramas, dan mesjid di tengah Teluk sebagai landmark titik focus menjadikan Teluk Kendari sebagai kawasan ekowisata. Kalau bisa jangan hanya di lihat dari satu aspek saja yaitu aspek ekonomi yang merupakan sumber pendapatan kuliner. Sebab jika merujuk dari salah satu penyebab pendangkalan Teluk Kendari yaitu dengan adanya Dermaga dan pelabuhan yang terdapat di dalam Teluk Kendari yang merupakan salah satu penyebab pendangkalan Teluk Kendari, ada baiknya di lakukan riset dan analisis yang mendalam sejauh mana efek yang akan di timbulkan dari rencana pembangunan Masjid di tengah Teluk Kendari tersebut. Apakah dari segi Lingkungan tidak akan menjadi penyumbang sedimentasi pula yang menjadikan semakin dangkalnya Teluk Kendari.
4.             Dengan adanya penataan ruang Teluk Kendari, menjadikan wajah Teluk Kendari semakin indah dan teratur. Dukungan dari masyarakat disekitar Teluk Kendari tentunya sangat di perlukan. Keindahan Teluk Kendari tidak terlepas dari kebersihan dan keteraturan Teluk Kendari. Hal ini perlu melibatkan masyarakat baik yang berdomisili di sekitar Teluk Kendari maupun masyarakat yang hanya sekedar berkunjung ke Teluk Kendari untuk mempunyai kesadaran dalam menjaga kebersihan Teluk dengan tidak lagi membuang sampah di sekitar Teluk dan di dalam Teluk Kendari.
5.             Erosi yang terjadi di dalam Teluk Kendari tidak terlepas dari dua hal yaitu rusaknya pegunungan Nipa-Nipa akibat perambahan hutan secara liar dan juga besarnya endapan material yang dialirkan oleh Das sungai Wanggu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian laju erosi dan rehabilitasi hutan di Taman Hutan Raya Nipa-nipa. Pemerintah Kota dalam hal ini harus mengeluarkan kebijakan dan siap mengalokasi anggaran untuk upaya-upaya tersebut. Dalam tataran teknis sebaiknya upaya rehabilitasi dan pengendalian erosi dilakukan dengan lebih detail. Kegiatan disesuaikan dengan kondisi lahan hutan raya Nipa-Nipa dan juga kondisi Das Wanggu, serta melibatkan masyarakat setempat sebagai upaya pencegahan konflik .
6.             Banjir yang terjadi di sekitar Kawasan Pesisir Teluk Kendari adalah efek dari pendangkalan Teluk Kendari yang perlu ditanggulangi. Dengan melakukan penataan ruang pada Kawasan Pesisir Teluk Kendari diharapkan mampu meminimalisir banjir yang terjadi ketika hujan turun khususnya pada kawasan pemukiman penduduk di sekitar Kawasan Pesisir Teluk Kendari. Dalam hal ini perbaikan drainase dari dan menuju ke Teluk Kendari mutlak dilakukan. Ketika drainase lancar, air hujan yang tertampung di sekitar badan jalan sepanjang Kawasan Pesisir Teluk Kendari akan mengalir masuk ke dalam Teluk, demikian pula sebaliknya. Penebangan hutan mangrove perlu dikurangi sebab dengan adanya pohon-pohon mangrove disepanjang Kawasan Pesisir Teluk Kendari akan mampu menyerap air hujan yang jatuh ke dalam Teluk Kendari, sehingga air yang tertampung di dalam Teluk sebagian terserap ke dalam tanah







BAB III
PENUTUP


3.1    KESIMPULAN
            Dari pembahasan tersebut dapat di peroleh suatu kesimpulan, yaitu :
Illegal Logging berdasarkan terminologi berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu illegal berarti perbuatan yang tidak sah (melanggar), sedangkan logging berarti kegiatan pembalakan kayu sehingga illegal logging diartikan sebagai perbuatan/kegiatan pembalakan kayu yang tidak sah.
 Konservasi pohon mangrove adalah upaya rehabilitasi/penanaman kembali  yang bertujuan untuk menghijaukan kembali kawasan mangrove yang telah rusak dan memperkecil intrusi air laut kedaratan serta memperkecil terjadinya abrasi pantai.  Jenis mangrove yang ditanam pada lokasi praktek yaitu mangrove jenis Rhizophora spDengan kondisi substrat lumpur berpasir.   Salah satu faktor rusaknya pohon mangrove wilayah teluk kendari yakni pertambahan jumlah penduduk yang cepat dengan melakukan reklamasi pantai untuk membangun dan pemanfatan pohon mangrove sebagai bahan bangunan secara berlebihan, disamping masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap kondisi teluk kendari terkhusus hutan mangrovenya.
Laut dan segala isinya merupakan nikmat yang sangat besar yang diberikan oleh Allah Swt kepada umat manusia. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia harus dapat menjaga dan melestarikannya sebagai salah satu kekayaan kita yang tak ternilai harganya. Kita juga tidak boleh mencemari apalagi sampai merusak ekosistem yang ada di laut karena hal ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi diri kita semua.

3.2    SARAN
Adapun saran yang dapat saya kemukakan adalah sebagai berikut :
1.             Peran aktif Pemerintah dalam melakukan rahabilitasi pohon mangrove dan pengelolaannya secara berkelanjutan serta masyarakat dan mahasiswa pula dalam menjaga lingkungan.
2.             Pemerintah dan mahasiswa lebih aktif kepada masyarakat terhadap pentingnya kelestarian hutan mangrove untuk teluk kendari saat ini dan untuk masa akan datang.
3.             Tidak mengizinkan berdirinya bangunan permanen disekitar kawasan Teluk Kendari.
4.             Melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang keadaan ekosistem laut yang ada di Teluk Kendari dan akibat buruk yang dapat terjadi dari rusaknya ekosistem tersebut kepada masyarakat yang tinggal di sekitar Teluk Kendari.
5.             Melindungi dan melestarikan hutan bakau yang ada di sekitar kawasan Teluk Kendari dengan cara menanam lebih banyak lagi pohon bakau, karena semakin banyak pohon bakau yang ada, maka kemungkinan terjadinya erosi dan kerusakan ekosistem yang ada di laut akan semakin lebih kecil.






DAFTAR PUSTAKA

Ama, K.K. dan Santosa, I. 2005. Hukum Mandul, Hutan pun Gundul, Kompas, Fokus, 5 Maret 2005

Animous. 20013. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, Rohmin. 2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan erkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hutabarat, S. 2000. Prosiding Seri Lokakarya II Penebangan Kayu Secara Liar (Illegal Logging), Jakarta 30-31 Agustus 2000. DEPHUTBUN-World Bank- WWF.

Kusmana, C. 1994. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Laboratorium Ekologi  Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pangerang, U. 2010. Revisi Buku Ajar Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo Kendari.

Wibisono, Cahyo dan Suryadiputra. 2006. Hasil Pembelajaran atas Upaya-Upaya Restorasi Ekosistem Pesisir Sejak Peristiwa Tsunami di Aceh dan Nias. Wetlands International Indonesia Programme dan UNEP. Bogor.

Widakdo, G. dan Santoso, F. 2005. Pemerintah Lanjutkan Berantas Pembalakan Illegal. Bisnis
dan Investasi. Kompas, 15 Juni 2005.

Widodo, A.S. dan M.S. Kaban. Pemberantasan Illegal Logging dan Penyelundupan Kayu Menuju Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kinerja Sektor Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan DPP Partai Bulan Bintang. 2006



 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar