Makalah : Dasar Epidemiologi
SKRINING EPIDEMIOLOGI
OLEH
NAMA : RIZKI
INDAH SARY
NIM : J1A116332
KELAS : C
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................. 2
C. TUJUAN........................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. DEFINISI SKRINING..................................................................................... 3
B. TUJUAN SKRINING....................................................................................... 3
C. SYARAT-SYARAT SKRINING..................................................................... 4
D. MACAM-MACAM SKRINING...................................................................... 5
E. TES SKRINING................................................................................................ 6
F. CONTOH SKRINING...................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................................................ 14
B. SARAN............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 15
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga Tugas individu berupa
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam pembuatan makalah ini,penulis
bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Dasar Epidemiologi dengan judul “SKRINING EPIDEMIOLOGI
Dalam pembuatan makalah ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali
ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah berperan
serta dalam pembuatan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi yang penulis sajikan
maupun dari segi penulisannya. Untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kendari, 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Skrining
berkembang dengan pesat dan diterima secara luas dalam praktek
kesehatan. Skrining
juga merupakan bentuk pencegahan sekunder. Bentuk skrining dapat berupa konseling
tentang gaya hidup masyarakat (Hackl, dkk.2012)
Skrining
atau penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif
murah, dapat diterapkan pada populasi
tertentu yang
relatif sehat. Program
skrining sangat dibutuhkan karena adanya isu yang
mendasari penemuan gejala
penyakit secara dini akan lebih baik dibandingkan dalam waktu yang
lama, pencegahan sebelum terjadinya
penyakit akan lebih baik dibandingkan dengan sudah
terjadinya
penyakit serta pencegahan memerlukan
biaya yang relatif ringan sehingga
diagnosis lengkap
kepada
orang yang mempunyai
faktor resiko tinggi dan pengobatan
kepada penderita dapat dilakukan secara dini
(Noor, 2008).
Upaya skrining dapat dilakukan pada penyakit tidak menular yang
merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Prevalensi penyakit tidak menular cenderung meningkat dan sebagian besar masyarakat umumnya datang ke
fasilitas
pelayanan kesehatan
sudah
dalam fase
lanjut.
Riset
kesehatan dasar
tahun 2007 menunjukan sekitar 70% penyakit tidak menular belum terdiagnosa petugas kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan penyebab kematian
telah terjadi pergeseran dari penyakit
menular ke Penyakit Tidak Menular. Penyakit menular menyumbang 28,1%
kematian sedangkan Penyakit Tidak Menular sebagai penyumbang
terbesar penyebab
kematian
terbesar (59,5%).
Penyakit metabolik dan kardiovaskular merupakan salah satu contoh
penyakit tidak menular. Menurut pedoman yang dikeluarkan The Royal Australian
College of General
Practitioners
(RACGP) edisi
ke-8 terkait tindakan pencegahan penyakit metabolik dan kardiovaskular,
90% penduduk Australia berusia
45 tahun ke atas
lebih berisiko mengalami penyakit
kardiovaskular sehingga skrining
profil lipid perlu dilakukan minimal 5 tahun
sekali, sedangkan batasan usia skrining tersebut untuk ras Aborigin dan penduduk asli di pulau
Torres Strait adalah 35 tahun keatas. Berdasarkan pedoman US Preventive Services Task Force (USPSTF), pria berusia 35
tahun keatas dan wanita berusia
45 tahun keatas sangat dianjurkan menjalani skrining
rutin pemeriksaan profil lipid.
USPSTF membuktikan bahwa
pemeriksaan profil lipid dapat mengidentifikasi penduduk berusia pertengahan yang
berisiko mengalami penyakit jantung koroner, tetapi belum mengalami gejala klinis. USPSTF
juga
membuktikan bahwa pemberian obat penurun kadar lipid pada
individu-individu berisiko tersebut bermanfaat dalam
menurunkan insidens penyakit
jantung koroner tanpa
menimbulkan risiko yang bermakna
(Riskesdas, 2013).
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan
makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apa
definisi dari skrining
2.
Apa
saja tujuan skrining?
3.
Apa
saja syarat-syarat skrining?
4.
Apa
saja macam-macam dari skrining?
5.
Apa
saja validitas dan reabilitas skrining?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk
mengetahui:
1.
Mengetahui definisi skrining
2.
Mengetahui tujuan skrining
3.
Mengetahui syarat
skrining
4.
Mengetahui macam skrining
5.
Mengetahui
validitas dan reabilitas
skrining
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI SKRINING
Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit
atau kelainan yang belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-benar sehat dengan orang yang
tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang asimptometik untuk
mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau diperkirakan tidak mengidap penyakit yang menjadi objek
skrining (Sulistiani, 2012).
Sumber yang
lain menyatakan bahwa penyaringan adalah suatu usaha
mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu yang
tanpa gejala
(tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau penduduk tertentu melalui tes
atau pemeriksaan secara
singkat dan sederhana
untuk dapat memisahkan
mereka yang
betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang
selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan
(Noor, 2008).
B.
TUJUAN SKRINING
Menurut Morton (2009), tujuan skrining
adalah mencegah penyakit atau
akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada
suatu titik dalam
riwayat alamiah ketika
proses penyakit
dapat diubah melalui intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan
dilakukannya skrining yaitu :
1.
Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan,
2.
Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3.
Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin,
4.
Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini,
5.
Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan peneliti.
C.
SYARAT – SYARAT SKRINING
Untuk
dapat menyusun suatu
program penyaringan,
diharuskan memenuhi beberapa kriteria
atau ketentuan-ketentuan
khusus
yang merupakan
persyaratan suatu
tes penyaringan,
berikut ini merupakan syarat-syarat skrining menurut Noor
(2008).
1.
Penyakit
yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan
dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut,
2.
Tersedianya obat yang
potensial dan memungkinkan
pengobatan
bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat
atau kekuatan
3.
Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif
serta
tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui
diagnosis klinis,
4.
Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya
cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan
atau tes khusus.
5.
Tes penyaringan hanya dilakukan
bila
memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena
kedua
hal tersebut merupakan standar
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang
dilakukan skrining berkurang atau
malah bertambah
frekuensi endemiknya,
6.
Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat
secara umum,
7.
Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti,
8.
Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan
menderita penyakit tersebut,
9.
Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir pemeriksaan harus seimbang
dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut,
10.
Harus dimungkinkan untuk diadakan
pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut
serta
penemuan penderita secara
berkesinambungan.
Keberhasilan
suatu
tes
skrining
berhubungan
dengan
tujuan
skrining.
Wilson dan Junger menganjurkan untuk memperhatikan persyaratan untuk
keberhasilan skrining sebagai berikut:
1.
Seharusnya ada pengobatan
yang sesuai
dan dapat
diterima
bila hasil
pemeriksaan positif,
2.
Fasilitas pengobatan
dan diagnosis
harus tersedia,
3.
Mengenal
kelainan yang
timbul tahap dini suatu penyakit,
4.
Harus ada tes atau
pemeriksaan yang sesuai,
5.
Tes atau
pemeriksaan
harus diterima masyarakat,
6.
Riwayat alamiah yang di skrining
harus dimengerti
secara baik,
7.
Harus ada kebijakan yang disetujui untuk mengobati bila pasien positif terkena penyakit,
8.
Biaya harus seimbang secara keseluruhan,
9.
Penemuan kasus
harus merupakan proses berkelanjutan, tidak hanya berdasarkan proyek,
10.
Test cukup sensitif dan spesifik,
11.
Penyakit atau masalah yang akan di skrining merupakan masalah yang
cukup serius, prevalensinya
tinggi, merupakan masalah kesehatan
masyarakat,
12.
Kebijakan
intervensi
atau pengobatan
yang
akan
dilakukan
setelah dilaksanakannya skrining
harus jelas.
D.
MACAM –
MACAM SKRINING
Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining yaitu
sebagai berikut.
1.
Mass screening
Skrining yang dilakukan pada seluruh
populasi. Misalnya, mass X-ray survey atau blood pressure skrining pada
seluruh masyarakat yang berkunjung pada pelayanan kesehatan.
2.
Selective screening
Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining
ini,
dengan target
populasi berdasarkan
pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining.
Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia >
40 tahun untuk mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining
untuk wanita yang
punya riwayat
keluarga menderita Ca.
3.
Single disease screening
Jenis
skrining yang hanya dilakukan
untuk satu penyakit.
Misalnya, skrining terhadap penderita penyakit TBC, jadi lebih
tertuju pada satu
jenis penyakit.
4.
Case finding screening
Case finding adalah upaya dokter atau tenagga
kesehatan
untuk menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan
kelompok pasien yang
datang untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita yang
datang dengan keluhan diare kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap mamografi
atau rongen
torax.
5.
Multiphasic screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada
satu kunjungan waktu
tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta diterima secara luas
dengan berbagai tujuan
seperti pada evaluasi kesehatan dan asuransi.
Sebagai contoh
adalah
pemeriksaan
kanker
disertai dengan
pemeriksaan tekanan
darah, gula darah
dan kolesterol.
E.
TES SKRINING
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam
epidemiologi untuk
mengetahui prevelensi suatu penyakit yang tidak dapat di diagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada
suatu individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus dilengkapi dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan
diagnosis definit (Chandra, 2009).
1.
Karakteristik tes
skrining
Untuk
keberhasilan
suatu program skrining, ketersediaan
tes skrining juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah
dilaksanakan
dan memberikan
ketidaknyamanan
yang minimal pada
pasien. Dan juga hasil skrining haruslah valid dan konsisten (Sarwani, 2007).
a.
Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang
hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin
Azwar
(2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau
skala dalam
menjalankan fungsi pengukurannya.
Sedangkan
validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan
antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen yaitu
:
1)
Sensitivitas
Kemampuan yang dimiliki oleh
alat ukur
untuk
menunjukan secara tepat individu-individu
yang menderita
penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang
sakit akan memberikan hasil tes positif pada tes
diagnostik tersebut.
Sensitivitas merupakan true positive
rate (TPR) dari suatu tes diagnostik.
2)
Spesifisitas
Kemampuan
yang dimiliki
oleh alat
ukur untuk menunjukan secara
tepat individu-individu yang tidak menderita
sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang tidak sakit atau sehat
akan memberikan hasil tes negatif pada tes
diagnostik. Sensitivitas
merupakan true
negative rate
(TNR) dari suatu
tes diagnostik.
Sensitivitas
dan spesifisitas merupakan
komponen
ukuran dalam validitas, selain
itu terdapat
pula
ukuran-ukuran
lain
dalam validitas yaitu :
a.
True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-
benar
menderita
penyakit dengan hasil tes positif
pula.
b.
False positive, yang
menunjukkan
pada
banyaknya
kasus yang
sebenarnya tidak
sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c.
True negative, menunjukkan pada
banyaknya kasus
yang tidak sakit dengan hasil test yang negatif
pula.
d.
False negative, yang
menunjuk
pada banyaknya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test
negatif.
Perbandingan
hasil alat ukur dengan status
penyakit
Hasil uji
|
Penduduk
|
|
Dengan penyakit
|
Tanpa penyakit
|
|
Positif
|
Mempunyai penyakit dan alat
uji positif
= True Positif
= TP
|
Tidak mempunyai
penyakit
tapi
alat uji positif
|
Negatif
|
Mempunyai penyakit, tapialat
uji negatif = False negative = FN
|
Tidak mempunyai
penyakit dan
alat uji negatif = True negatif= TN
|
Sensitivitas=TP/TP+FN
|
Spesifitasnya
TN/TN+FP
|
Distribusi
penyakit berdasarkan status
kesehatan
Tes Skrining
|
Diagnosis pasti
|
Total
|
|
Sakit
|
Tidak sakit
|
||
Positif
|
A
|
B
|
A+B
|
Negatif
|
C
|
D
|
C+D
|
Total
|
A+C
|
B+D
|
A+B+C+D
|
Rumus Sensitivitas =
Negatif Palsu (false negative rate) =
Spesifitas =
Positif palsu (false
positive rate) =
Rumus nilai prediksi
Nilai prediksi tes
(Predict velue positif) (+) =
Nilai prediksi tes
(predict velue negatif) (-) =
Keterangan
:
a
= true positif individu dengan test skrining positif dan
benar
salah
b =
false positif
individu dengan test positif dan
sebenarnya tidak sakit
c
= false negatif individu dengan test skrining negatif tapi
sebenarnya sakit
d =
true negatif
individu dengan test skrining ndgatif
dan benar tidak sakit
Contoh :
Pada tabel di bawah ini di tunjukan 100 orang yang menderita
penyakit, 80 orang didefinisikan positif menderita sakit oleh alat
uji dan 20 orang dinyatakan negatif menderita sakit oleh alat uji,dari datainidapat
dihitung bahwa sensitivitas nya adalah
80/100*100% =80%
Dari 900 orang yang tidak mengalami sakit, alat uji mengidentifikasi 800
orang negatif menderita sakit. Jadi spesifikasinya adalah 800/900*100% =
89%
Konsep sensitivitas dan
spesifikasinya
Hasil skrining
|
Apa
yang sebenarnya terjadi
|
Total
|
|
Penyakit -
|
Penyakit +
|
||
Positif
|
80
|
100
|
180
|
Negatif
|
20
|
800
|
820
|
Total
|
100
|
900
|
1000
|
Didefinisikan menderita sakit oleh alat uji dari data inidapat di
hitung sensitivitanya adalah 80/100*100%= 80%
Dari 900 orang yangtidakmenderita sakit , alat uji mengidentifikasi 80 orang
negatif
menderita sakit.jadisensitifitas adalah
800/900*
100%
=
89%.
2.
Reliabilitas
Groth-Marnat
(2008) mendefinisikan reliabilitas suatu test merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Ia melihat seberapa skor yang diperoleh seseorang itu akan menjadi sama jika orang itu
diperiksa ulang
dengan tes yang sama pada kesempatan
berbeda. Reliabilitas skrining
adalah ukuran konsistensi berdasarkan orang dan waktu. Menurut Budiarto (2003)
reliabilitas ini
dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut.
a.
Reliabilitas
alat yang dapat ditimbulkan oleh:
1)
Stabilitas reagen
2)
Stabilitas alat
ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan alat ukur, makin
konsisten hasil pemeriksaan. Oleh karena itu,
sebelum digunakan hendaknya kedua hasil tersebut
ditera atau diuji ulang
ketepatannya.
b.
Reliabilitas
orang yang diperiksa.
Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau penyakit dalam masa tunas.
Misalnya lelah, kurang
tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat,
penyakit dalam masa tunas. Umumnya, variasi ini sulit
diukur terutama faktor psikis.
c.
Reliabilitas
pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat
berupa :
1)
Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang
dilakukan berulang-ulang
oleh
orang yang sama.
2)
Variasi
eksterna, merupakan variasi yang terjadi
bila satu
sediaan dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang. Upaya untuk
mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan
dengan mengadakan:
a)
Standarisasi
reagen dan alat
ukur.
b)
Latihan
intensif
pemeriksa.
c)
Penentuan kriteria yang jelas
d)
Penerangan kepada orang yang diperiksa.
e)
Pemeriksaan
dilakukan dengan
cepat.
Pengukuran yang telah dilakukan memiliki empat
kemungkinan
pada hasil pengukurannya yaitu:
1.
Tepat
& teliti (valid –
reliabel):
good precision
& good accuracy.
2.
Teliti tapi tidak tepat (valid tapi tidak reliabel): good accuracy & poor
precision.
3.
Tidak teliti tapi tepat (tidak valid tapi reliabel): poor accuracy & good precision.
4.
Tidak teliti & tidak tepat (tidak valid & tidak reliabel): poor accuracy
& poor precision.
Tidak teliti = tidak valid = Bias.
F.
CONTOH SKRINING
1.
Mammografi untuk Ca mammae
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker yang paling
banyak menyebabkan kematian pada penderitanya. Di Indonesia, kanker
payudara
menempati urutan kedua
penyebab
kematian
tertinggi perempuan Indonesia
(Primartha
dan Fathiyah, 2013).
Salah satu metode pemeriksaan kanker
payudara adalah mammografi.
Mammografi merupakan metode skrining
kanker payudara yang dapat mengidentifikasi kanker beberapa tahun sebelum gejala-gejala fisik penyakit tersebut muncul (Keles
dan
Yafuz,
2011).
Mammografi adalah
pemeriksaan radiologi khusus menggunakan sinar-
X dosis rendah untuk
mendeteksi kelainan pada payudara seperti benjolan yang dapat dirasakan
(Putra, et al., 2009).
2.
Pap Smear untuk
Ca cervix
Kanker
leher
rahim (kanker
serviks) merupakan
penyakit keganasan ginekologik
yang menimbulkan masalah dalam
kesehatan kaum wanita
terutama di negara berkembang. Kanker ini mulai ditemukan di usia 25- 34 tahun
dan puncaknya pada
usia 45- 54 tahun
(Kusuma, 2004). Pemeriksaan pap smear dilakukan untuk mendeteksi perubahan–
perubahan prakanker
yang
mungkin
terjadi pada
serviks. Uji ini bisa dilakukan pada semua wanita yang berusia antara 20- 64 tahun (Indrawati,
2009).
Tes pap smear adalah
pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio
untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada
epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto,
2008).
Pap smear merupakan metode pemeriksaan sel-sel yang
diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Pap Smear merupakan tes yang aman dan murah serta
telah di pakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel leher rahim
(Diananda,
2009). Menurut Dalimartha 2004,
pemeriksaan
ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa dilakukan setiap saat, kecuali pada saat
haid.
3.
VCT untuk HIV/AIDS
Salah satu pintu masuk untuk mendeteksi infeksi HIV adalah melalui kegiatan konseling
dan
tes HIV. Kegiatan ini terbukti sangatlah bernilai tinggi dalam pelayanan kesehatan dan dukungan yang dibutuhkan dan memungkinkan intervensi
yang aman dan efektif terutama dalam pencegahan
penularan dari ibu ke
anak (Anonim, 2012).
Konseling dan tes HIV tersedia dalam berbagai situasi dengan
menggunakan
pendekatan sukarela (VCT= Voluntary Counseling Test). Sasaran kegiatan VCT
adalah masyarakat yang ingin mengetahui status HIV/AIDS dan mencegah penularan, masyarakat yang
berperilaku risiko tinggi seperti
sering berganti
pasangan dan pengguna narkoba jarum
suntik. Kegiatan VCT didahului
oleh konseling
pra
tes dan diakhiri konseling pasca tes
(WHO-UNAIDS,
2009).
4.
Uji
latih jantung
untuk mendeteksi penyakit jantung
koroner
Uji latih jantung merupakan suatu uji latihan fisik yang dipergunakan
untuk mengukur kondisi kardiovaskuler
dengan mendeteksi perubahan
hemodimamika, iskemia, dan gangguan irama jantung yang
berhubungan
dengan aktivitas fisik tersebut. Uji latih jantung merupakan suatu uji stres fisiologis yang
bertujuan
memunculkan ketidaknormalan
kerja jantung yang
bersifat laten
atau yang tidak terjadi
pada saat
istirahat. (Heger, 1995).
Sebelum dilakukan uji
latih
jantung terhadap penderita,
perlu
dilakukan persiapan khusus antara
lain penderita
tidak diperbolehkan makan atau merokok paling
sedikit 2-3 jam sebelum uji latih dilaksanakan
serta tidak melakukan pekerjaan berat selama 12 jam sebelumnya. Pemakaian obat
yang dapat
mengganggu respons
latihan serta menimbulkan keraguan interpretasi terhadap uji latih juga harus dihentikan dalam 24 jam sebelum dilakukan uji latih. Hal yang penting
untuk dilakukan adalah anamnesis serta
pemeriksaan fisik untuk menghindari kemungkinan
adanya kontraindikasi, penjelasan
mengenai prosedur
latihan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta dilakukannya E
K G standar 12 sadapan (kad) ketika istirahat sebelum latihan dimulai (Verani, 2000). Peralatan yang paling
sering digunakan adalah treadmill dan
sepeda ergometer.
Pemantauan keadaan jantung pada uji latih jantung
dapat dilakukan dengan memakai elektrokardiografi,
ekokardiografi, atau perfusion
imaging.
Pemantauan keadaan jantung pada
saat uji
latih
jantung
dilakukan
untuk menentukan diagnosis bagi penderita. Informasi dasar yang diperlukan meliputi
data sebelum,
selama dan
sesudah uji latih jantung dilakukan. Sebuah perangkat elektrokardiograf yang
penampil
outputnya berupa plotter akan menampilkan hasil perekaman pada
sebuah kertas grafik millimeter blok seperti pada gambar berikut:
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum
diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat secara cepat
membedakan orang yang tampak sehat
benar-benar
sehat dengan orang
yang tampak sehat
tetapi
sesungguhnya
menderita
kelainan.
2.
Skrining bertujuan untuk
medeteksi penyakit sedini
mungkin sehingga
dapat menurunkan angka kesakitan, dan kematian,
serta meningkatkan
kulaitas hidup.
3.
Syarat skrining antara lain, masalah
kesehatan tersebut
merupakan masalah kesehatan yang berarti dengan kata lain
mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat secara luas, tersedianya obat yang
potensial untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tersedia fasilitas dan
biaya untuk diagnosis pasti, adanya standar yang
telah disepakati, dimungkinkan untuk dilakukan pemantauan kepada
individu yang positif terkena
suatu
penyakit.
4.
Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining.
5.
Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit.
Sedangkan reabilitas dalam
skrining merupakan ukuran konsistensi berdasarkan
orang dan waktu.
B.
SARAN
Bagi para pembaca di harapkan untuk memberikan saran
yang bersifat mendukung demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
A.Keles & U. Yafuz. 2011. “Expert
system
based
on neuro-fuzzyrules for diagnosis breast
cancer”. Expert system with Application, 38 (5), pp. 5719-5726.
Anonim.
2012. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Available at
: http://spriritia.or.id/Stats/Stat..curr.pdf diakses
pada tanggal
26
Oktober
2016.
Azwar
S. 2014. Psikologi Inteligensi.
Yogyakarta
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar
2013. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Budiarto dan Anggraeni. 2003. Pengantar
Epidemiologi Edisi 2. Jakarta :
EGC Bustan, M.N.2006 . Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Chandra,
Budiman. 2009.
Ilmu Pencegahan Kedokteran Komunitas. Jakarta : EGC
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta:
Penebar
Swadya.
Gary Growth, Marnat. 2009. Handbook of Psychological Assessment. Yogyakarta
: PustakaPelajar
Hackl, Franz., Martin Halla, Michael Hummer, Gerald J. Pruckner. 2012. “The Effectiveness
of Health Screening”. IZA Discussion
Paper, No. 6310.
Indrawati M. 2009. Bahaya Kanker bagi Wanita dan Pria Cetakan Pertama.
Jakarta : Pendidikan Untuk Kehidupan.
Kusuma H. W. 2004. Atasi Kanker Dengan Tanaman Obat. Jakarta : PT Niaga
Swadaya.
Metodologi Penelitian Kebidanan: Panduan Penulisan
Protokol dan Laporan Prof. Dr.
Buchari Lapau,
dr. MPH.2015
Morton, Richard. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta:
EGC. Noor, Nur Nasry. 2008.
Epidemiologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Primartha, R dan
Fathiyah, N. 2013. “Sistem Pakar
Fuzzy
untuk Diagnosis Kanker Payudara
Menggunakan Metode Madani”. Jurnal Generik, Vol. 8,
No 1, pp 190- 197.
Putra. D
K, Santoso. I, Zahra A.A. 2009. Identifikasi Kanker Pada Citra Mammografi
Menggunakan Metode Wavelet Haar. Jurusan
Teknik elektro : Universitas
Diponegoro
Rasjidi,
I.Irwanto, Y. Sulistyanto,
H.
2008.
Modalitas Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta
: Sagung Seto.
Riani, Emy,
Agus
Triwinarto dan Rasumawati.
2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan. Jakarta :
CV. Trans Info
Media
Sarwani, Dwi. 2007. Dasar Epidemiologi.
Purwokerto:
UNSOED PRESS. Sukardi, 2009. Metodologi penelitian
pendidikan: kompetensi
dan praktiknya
Sulistiani, Karlina dkk. 2012. Pelaksanaan Kegiatan Skrinning/Deteksi Aktif Kasus
PTM yang Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor. Jakarta
: UIN
Syarif Hidayatullah.
Verani MS. (2000) "Exercise Perfusion Testing in The Diagnosis of Coronary Heart
Disease".
http//www.uptodate.com. 8: 3